Di HUT Ke-47 PDI Perjuangan, Sabam Berpesan Jadi Politisi Negarawan
Tokoh-tokoh politik di masa-masa awal kemerdekaan, meski berbeda tajam secara ideologi namun di saat yang sama mereka bisa ngopi bersama.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh-tokoh politik di masa-masa awal kemerdekaan, meski berbeda tajam secara ideologi namun di saat yang sama mereka bisa ngopi bersama.
Hal ini pula yang sering dilihat anak muda, yang kemudian menjadi Sekjen Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Sabam Sirait.
Meski menjabat sebagai Sekjen Parkindo, hubungan Sabam dengan tokoh-tokoh dan politisi muslim, cukup baik dan dekat.
Termasuk dengan Ketua Umum Partai Masyumi, M. Natsir.
Sabam, selain sering menimba ilmu dari tokoh Parkindo seperti Johannes Leimena, juga sering berdialog serta menambah pengetahuan dan wawasan dengan M Natsir, dan tokoh Masyumi lain seperti Moehammad Roem.
Jauh hari setelah itu, setelah Sabam menjadi salah satu deklarator Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1973, sebelum berganti menjadi PDI Perjuangan pada tahun 1999, Sabam masih mengenang hubungan dengan tokoh-tokoh dari partai lain.
Bahkan, dalam diskusi “Kedudukan M Natsir dalam Sejarah NKRI” untuk memperingati Seabad M Natsir, Sabam memberi kesaksiaan pada mantan Perdana Menteri itu.
“Pemimpin besar seperti Mohammad Natsir memiliki kapabilitas untuk menyatukan semua elemen bangsa melalui mosi integral-nya sehingga perlu dihargai jasa-jasanya,” kata Sabam.
Sabam juga bercerita bahwa ia sering kali bertemu dengan Moehammad Roem di sebuah kolam renang di kawasan Jakarta Selatan.
Saat itu, Sabam mengantar anak-anaknya untuk berenang, pun demikian dengan Moehammad Roem yang mengantar keluarganya.
“Kami diskusi soal bangsa dan Negara,” ungkap Sabam, yang merupakan orang tua dari politisi Maruarar Sirait.
Terkait dengan Ulang Tahun PDI Perjuangan yang ke-47, Sabam yang kini berusia 83 tahun mengajak para pemimpin politik, terutama para politisi muda PDI Perjuangan untuk bermetamorfisis menjadi negarawan.
Dan hal yang harus menjadi nilai pendidikan kepada rakyatnya adalah mencintai Indonesia dengan sepenuh hati dari Sabang sampai Merauke.
“Tanamkan kecintaan itu pada Negara. Dari Sabang sampai Merauka. Tak boleh dibeda-bedakan, sebab semuanya adalah Indonesia. Tanpa Papua, bukan Indonesia namanya. Tanpa Aceh dan Bali, juga bukan pula Indonesia,” kata Sabam, yang menjadi Ketua Pansus Papua pada tahun 2001 sehingga keluar UU Otonomi Khusus Papua.