Ikuti Instruksi Terkait Permudah Investasi, Gubernur nonaktif Kepri dan ASN Malah Terancam Bui
Pemerintah pusat meminta Gubernur nonaktif Kepulauan Riau Nurdin Basirun supaya membuka kesempatan investor dapat berinvestasi di wilayah tersebut
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut diterbitkan untuk memberikan kesempatan kepada investor berinvestasi di wilayah perairan di Kepulauan Riau.
Pemerintah pusat meminta Gubernur nonaktif Kepulauan Riau Nurdin Basirun supaya membuka kesempatan investor dapat berinvestasi di wilayah tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Edy Sofyan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau pada saat menjalani pemeriksaan terdakwa di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (17/1/2020).
"Setiap habis rapat dengan Presiden dan Luhut (Luhut Binsar Panjaitan Menteri Koordinator Kemaritiman,-red) Nurdin Basirun mengumpulkan kami (Dinas-Dinas,-red) terkait investasi. Kalau ada masalah tentang izin dan pelayanan proses cepat jangan dipersulit. Kami diarahkan mendukung investasi," kata Edy Sofyan, saat menjalani pemeriksaan terdakwa.
Dia menilai adanya Izin Prinsip tersebut memberikan kepastian di awal kepada investor untuk berinvestasi.
Meskipun sudah mengantongi Izin Prinsip itu, namun, kata dia, investor belum dapat melakukan sesuatu. Artinya, kata dia, harus ada pengurusan izin-izin lainnya.
"Memberikan kepastian investor. Pada prinsipnya (izin,-red) diterima, namun izin belum bisa dikeluarkan. Izin prinsip bukan izin operasional. Izin itu hanya booking dan mereka diwajibkan mengurus izin lain. Jadi hanya sifat administrasi. Tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan kecuali mengurus izin," kata dia.
Bagi pemerintah daerah, kata dia, investasi itu membantu untuk kepentingan pembangunan. Sedangkan, bagi masyarakat, dapat memanfaatkan untuk membuka lapangan kerja dan menambah penghasilan.
"Yang jelas ada investasi ini nilai tambah. Masyarakat bisa ikut bekerja dan pengusaha merekrut masyarakat untuk usaha mereka. Kerjasama bagi rezeki," kata dia.
Selain Edy Sofyan, Kabid Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Budi Hartono dan pengusaha Kock Meng juga menjalani pemeriksaan terdakwa.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa dua pejabat di Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau menerima suap sebesar Rp 45 Juta dan 11 Ribu Dollar Singapura.
Mereka yaitu, Edy Sofyan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dan Budy Hartono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.
Sementara itu, pengusaha Kock Meng didakwa memberikan suap senilai Rp 45 juta dan 11 Ribu Dollar Singapura kepada Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun. Upaya pemberian suap itu dilakukan bersama-sama dengan Abu Bakar dan Johanes Kodrat, nelayan di Provinsi Kepulauan Riau.
Upaya pemberian suap dari pengusaha Kock Meng dan Abu Bakar dan Johanes Kodrat, nelayan, itu dilakukan untuk menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 07 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 Ha.
Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0945/DKP/SET
tanggal 31 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Seijantung Jembatan Lima Atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 Ha.
Dan memasukan kedua Izin Prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Perbuatan mereka, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Dan, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.