Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Heboh Kemunculan Keraton-keraton ''Aneh'', Apa Saja Sebenarnya Syarat agar Sebuah Keraton Diakui?

Adanya keraton baru di Indonesia membuat Ketua Forum Silaturrahmi Keraton Nusantara angkat bicara. Menurutnya ini syarat-syarat keraton dapat diakui.

Penulis: Faisal Mohay
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Heboh Kemunculan Keraton-keraton ''Aneh'', Apa Saja Sebenarnya Syarat agar Sebuah Keraton Diakui?
Dok Istimewa via Kompas.com
Ketua Forum Silaturrahmi Keraton Nusantara, Pangeran Radja Adipati Arief Natadiningrat menanggapi fenomena munculnya keraton abal-abal alias palsu di Indonesia, termasuk Keraton Agung Sejagat. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Forum Silaturrahmi Keraton Nusantara, Pangeran Radja Adipati Arief Natadiningrat menanggapi fenomena munculnya keraton abal-abal alias palsu di Indonesia, termasuk Keraton Agung Sejagat.

Menurutnya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat diakui sebagai sebuah keraton.

Syarat pertama adalah harus memiliki sejarah.

"Keraton yang ada di Indonesia ini pertama adalah mereka memiliki sejarah tidak asal saja," ujarnya dilansir YouTube Official iNews, Sabtu (18/1/2020).

Kemudian mempunyai silsilah dan pusaka.

"Karena setiap keraton karena mereka lama dan bersejarah mempunyai pusakanya," ungkapnya.

Syarat yang keempat adalah memiliki  adat dan tradisi.

Berita Rekomendasi

Ia juga menjelaskan jika fenomena keraton yang baru muncul di Indonesia salah mengartikan arti dari abdi dalem.

Menurutnya abdi dalem tidak direkrut seperti perusahaan atau membayar untuk bisa menjadi anggota seperti mendaftar masuk organisasi. 

Tapi abdi dalem adalah mereka yang benar-benar mengabdi untuk keraton.

Munculnya fenomena keraton baru menurutnya harus dipelajari.

Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia.
Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia. (Dok Istimewa via Kompas.com)

"Tentunya harus kita pelajari fenomena ini. Mereka mau dibohongi, mau mendaftar jadi anggota, harus dipelajari tentunya," imbuhnya. 

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Iskandar Sutisna mengungkapkan modus penipuan yang dilakukan oleh Totok Santoso dan Fanny Aminadia.

Dua orang tersebut berperan sebagai Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat di Purworejo.

Totok dan Fanny telah ditangkap di Wates, Yogyakarta.

Iskandar Sutisna menceritakan bahwa modus penipuan yang digunakan adalah memberikan iming-iming kepada jabatan dengan syarat membayarkan uang mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 30 juta.

"Yang bersangkutan mencari orang-orang sebagai pengikutnya dikerajaan dan orang-orang tersebut dimintai uang mulai Rp 3 juta, Rp 10 juta,Rp 20 juta hingga Rp 30 juta . Iming-imingnya mereka mendapatkan sebuah jabatan di kerajaan tersebut," ujarnya dilansir YouTube Metro TV, Rabu (15/1/2020).

Selain jabatan, para anggota yang mendaftar dijanjikan gaji yang besar dan kehidupan yang lebih layak.

Ketika ditanya apakah Totok dan Fanny akan dijerat pasal penipuan, Sutisna mengiyakan.

Kombes Pol Iskandar Sutisna menambahkan jika sudah ada 400 orang korban dari modus penipuan ini.

"400 orang sudah menyetorkan uang kemudian ada yang tidak mendapatkan jabatan dan mereka merasa tertipu," ungkapnya.

Barang bukti berupa buku tabungan dari berbagai bank dengan jumlah nominal cukup besar sudah diamankan.

Menurutnya, Keraton Agung Sejagat ini sudah mendeklarasikan sejak 2018 tapi secara diam-diam dan pengikutnya masih sedikit.

Bagaimana masa lalu Raja Keraton Agung Sejagat, Totok Santoso Hadiningrat, sebelum ia membangun kerajaan di Purworejo?
Bagaimana masa lalu Raja Keraton Agung Sejagat, Totok Santoso Hadiningrat, sebelum ia membangun kerajaan di Purworejo? (Instagram @hrhtoto)

Tapi pada akhir Desember 2019 mereka membuat batu prasasti Keraton Agung Sejagat agar orang lebih percaya.

"Tanggal 10 Januari mereka sudah menunjukkan kirab kebudayaan. 12 Januari sudah menetapkan Raja dan Ratu," imbuhnya.

Ia menjelaskan jika keberadaan Keraton Agung Sejagat ini meresahkan masyarakat karena mayoritas anggotanya adalah pendatang.

Masyarakat resah dengan kegiatan seperti bakar menyan, kirab budaya dan ritual-ritual lain.

Ketika ditanya asal seragam yang digunakan, ia menjawab jika semua perlengkapan dibuat sendiri.

"Mereka memesan sendiri, bahkan beberapa kartu identitas, kartu keanggotaaan PBB dibuat sendiri oleh mereka," imbuhnya. 

(Tribunnews.com/Faisal Mohay)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas