Alasan MK Tolak Uji Materi UU KPK
Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan pokok permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hasanudin Aco
Pengajuan uji materi keduanya mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, walikota (UU Pilkada) ditolak oleh MK. Dalam beleid pasal 1 angka 6 UU itu, pemohon mempersoalkan frasa "sudah/pernah kawin".
Adapun pasal 1 angka 6 menyatakan, "Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang daftar dalam pemilihan."
Dalam putusannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan dalil pemohon soal frasa "sudah/pernah kawin" yang disebutkan ketidakadilan bagi setiap warga negara untuk bisa terdaftar sebagai pemilih tidak beralasan.
Sebab, secara keseluruhan norma frasa tersebut telah sesuai dengan ketentuan umum Undang-undang a quo.
Jika merujuk pada sistem UU Indonesia, materi UU yang berisikan pengertian atau definisi tidak memerlukan penjelasan.
Dengan kata lain, pasal 1 angka 6 UU 8/2015 mengandung rumusan yang bersifat alternatif.
"Yaitu, Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah kawin (sedang dalam ikatan perkawinan) atau pernah kawin atau tidak lagi berada dalam ikatan perkawinan, misalnya antara lain karena perceraian atau kematian)," kata Saldi saat membacakan putusan permohonan perkara di Gedung MK, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Dalam putusannya, MK juga membandingkan norma serupa mengenai definisi 'pemilih' dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum (Pemilu).
Dalam hal ini, UU tersebut juga mengatur mengenai pemilih yang bisa daftar dalam pemilihan.
Dalam pasal 1 angka 34 beleid UU tersebut dijelaskan, "Pemilih adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah genap berusia 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin."
"Dengan demikian, bagi WNI yang sudah 17 tahun atau belum berusia 17 tahun tetapi sudah kawin atau pernah kawin dapat menggunakan hak pilih," ungkap dia.
Dalam putusannya, MK juga menyatakan ada banyak aturan yang mendukung penggunaan frasa "sudah/pernah kawin" dalam sebagai syarat menggunakan hak pilih.
Bahkan, MK juga menyatakan, jika merujuk pada batasan kedewasaan secara hukum adat sekalipun, tidak dapat terdapat keseragaman soal batas usia dewasa.
Secara universal, pemahaman dewasa atau belum dewasa secara tegas tidak ditentukan oleh usia, tapi kecakapan untuk melakukan suatu perbuatan hukum.