Virus Corona dan Keresahan Warga Kabupaten Natuna
Lokasi observasi WNI dari Wuhan membuat warga Natuna resah. Pemerintah sebut pemicunya adalah hoaks yang beredar
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM - Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China telah dievakuasi oleh pemerintah.
Dari 245 WNI yang tercatat, hanya 238 yang dapat kembali ke Tanah Air menggunakan pesawat Airbus 300-330CEO milik Maskapai Batik Air.
Pesawat membawa misi evakuasi WNI dari Wuhan ke Indonesia mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, Minggu, sekira pukul 08.30 WIB.
Namun, mereka tidak langsung bisa kembali ke daerah asal masing-masing.
Mereka harus menjalani masa observasi selama 14 hari di salah satu pulau yang ada di Perairan Natuna.
Keputusan tersebut membuat warga di Kabupaten Natuna resah.
Demonstrasi menolak lokasi observasi
Melansir Kompas.com, demonstrasi tersebut nyaris berujung anarkis, saat beberapa warga membakar ban mobil dan di tengah jalan menuju bandara.
• Mahasiswi asal Bekasi Dievakuasi dari Wuhan, Keluarga Berdoa untuk Hasil Karantina di Natuna
• Ngumpet di Rumah hingga Bakar Ban, Warga Natuna Tolak Mentah-mentah WNI yang Baru Datang dari Wuhan
Enam tuntutan tersebut yakni, masyarakat Natuna meminta pemerintah daerah dapat menjadi penyambung lidah kepada pemerintah pusat, untuk menyampaikan apa yang menjadi tuntutan masyarakat Natuna.
Kedua, masyarakat Natuna meminta agar WNI dari Wuhan untuk dipindahkan karantinanya di KRI milik TNI.
Kemudian, KRI tersebut ditempatkan di lepas pantai.
"Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan dan kecemasan warga, karena saat ini masyarakat Natuna sudah cemas dan resah," kata Haryadi saat ditemui, Minggu (2/2/2020).
Ketiga, masyarakat Natuna meminta agar pemerintah daerah dan pusat memberikan kompensasi berupa jaminan kesehatan seperti posko layanan darurat dan cepat.
Hal itu untuk memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat Natuna.
Kemudian, meminta pemerintah untuk mendatangkan dokter psikiater bagi masyarakat Natuna.
"Saat ini tidak fisiknya saja yang kena, namun mentalnya juga kena terkait kegiatan ini," kata Haryadi.
Selanjutnya, masyarakat Natuna meminta agar Menteri Kesehatan berkantor di Natuna selama proses karantina dan observasi ini dilakukan di Natuna selama 14 hari.
• Detik-detik 245 WNI dari Wuhan Turun Pesawat Batik Air, Diisolasi ke Natuna Gunakan 3 Pesawat TNI
• WNI di Wuhan yang Dievakuasi ke Natuna Akan Jalani Isolasi 16 Hari
Hal ini sebagai bentuk jaminan keamanan dan kesehatan masyarakat Natuna Kelima, masyarakat natuna berharap segala bentuk kebijakan pemerintah pusat yang akan dilakukan di Natuna harus terlebih dahulu disosialisasikan ke masyarakat Natuna.
"Contohnya apa yang terjadi saat ini, warga Natuna resah dan ketakutan, karena memang tidak tahu terkait rencana karantina ini," kata Haryadi.
Terakhir, masyarakat Natuna menilai, apabila pemerintah daerah tidak berhasil menjadi penyambung lidah kepada pemerintah pusat, maka masyarakat Natuna akan menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pemerintah daerah.
"Bisa saja kami, masyarakat Natuna meminta mundur dari jabatannya seluruh pejabat natuna yang kami anggap tidak mampu memperjuangkan apa yang menjadi hak warganya," kata Haryadi.
Pemukiman di sekitar wilayah observasi memilih mengungsi
Hanggar Landasan Udara (Lanud) Raden Sadjad dipilih menjadi tempat observasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China selama 14 hari.
Alasan dipilihnya hanggar ini karena dinilai jauh dari permukiman warga.
Baca: Gelombang Unjuk Rasa di Natuna Masih Terjadi, Warga Sebut Situasi Kurang Kondusif
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menyatakan jarak hanggar ke tempat penduduk kurang lebih 5 hingga 6 km.
Namun, ada pemukiman yang jaraknya sekira 1 Km dari hanggar tersebut.
Namanya Kampung Tua Penagi.
sejumlah tiang pancang tampak menopang rumah-rumah tersebut sehingga beberapa posisinya berada di atas air.
Model rumah-rumah tersebut membuat pemukiman ini disebut kampung yang mengapung.
Senin (3/2/2020) siang, Tribunnews.com mengunjungi Kampung Tua Penagi.
Dari jalan raya, atap Hanggar berwarna putih jelas terlihat meskipun aktivitas observasi tidak terpantau karena tertutup hutan bakau.
Masuk ke area Kampung Tua Penagi, kita disambut dengan gapura berwarna putih bertuliskan : Kota Tua Penagi
Di atas gapura terpampang tulisan Gong XI Fa Chai berlatar belakang merah serta sembilan buah lampion merah yang digantung sebagai penghias.
Sayangnya Kampung Tua Penagi kosong melompong.
Bak kota mati, hampir seluruh rumah disana tertutup rapat.
Beberapa usaha warga seperti toko kelontong serta warung makan ikut tutup.
Warga memilih berdiam diri di rumah masing-masing.
Bahkan ada yang mengungsi di rumah sanak saudara yang lokasinya jauh dari hanggar.
Ketua RT 01 RW 04, Batu Hitam, Kampung Tua Penagi, Yohanes Supriyanto membenarkan ada puluhan warganya yang mengungsi karena ketakutan rumah mereka berdekatan dengan hanggar.
"Ini memang tempat terdekat dari karantina atau observasi hanya sekitar 1KM. Dari pinggir jalan saja bisa terlihat atap hanggarnya. Setidaknya ada 81 orang warga saya yang mengungsi. Yang disini tinggal 292 warga," tutur Yohanes saat ditemui di kediamannya.
Baca: Menkes Terawan Akan Berkantor di Natuna Selama 14 Hari
Yohanes berpendapat pemberitaan yang begitu hebat terkait virus corona mulai dari orang berdiri yang tiba-tiba terjatuh, hingga orang menggunakan baju astronot makin membuat warga ketakutan.
"Warga mengungsi karena pemberitaan di televisi begitu hebatnya soal virus ini. Termasuk sebelum Natuna dipilih jadi lokasi observasi, tidak ada sosialisasi dan pemberitahuan sebelumnya," tambah Yohanes.
Perekonomian menjadi lumpuh
Ketua RT 01 RW 04, Batu Hitam, Kampung Tua Penagi, Yohanes Supriyanto mengatakan ada 81 warganya yang mengungsi.
Warga dilanda ketakutan serta kecemasan.
Permukiman mereka berjarak 1KM dari hanggar yang menjadi tempat observasi WNI dari Wuhan, China.
"Ada 81 warga saya yang mengungsi. Yang disini tinggal 292 warga. Saya terus melaporkan kondisi disini hingga berapa warga yang mengungsi," ungkap Yohanes saat ditemui di kediamannya.
Yohanes mengatakan, rata-rata warga yang mengungsi adalah mereka yang memiliki anak usia balita karena dinilai rentan terpapar penyakit.
Yohanes juga mengungkapkan matinya perekonomian warga karena aktifitas melaut, pelabuhan serta jual beli berhenti total.
Padahal biasanya Kampung Penagi ramai dengan hilir mudik para pekerja pelabuhan dan nelayan.
Warung kelontong hingga warung makan menjadi langganan pekerja yang hendak mengisi perut.
"Bisa dilihat sendiri perekonomian disini. Toko banyak yang tutup, warung-warung makan tutup. Warung saya juga tutup. Siapa yang mau beli, orang takut semua," tutur Yohanes.
Pantauan Tribunnews.com, warga tampak membiarkan perahu-perahu mereka terparkir di tepi kampung.
Sesekali perahu ini bergerak karena tiupan angin laut.
Beberapa kendaraan seperti mobil bak terbuka dibiarkan berada di pinggir jalan.
Baca: Gelombang Unjuk Rasa di Natuna Masih Terjadi, Warga Sebut Situasi Kurang Kondusif
Motor-motor warga juga disimpan seadanya di depan rumah mereka.
Dengan alasan keamanan, warga memilih meninggalkan rumah mereka.
Hoaks menjadi pemicu demonstrasi dan ketakutan warga
Masih melansir Kompas.com, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai, penolakan warga Natuna karena wilayahnya dijadikan lokasi karantina WNI dari Wuhan, China, disebabkan oleh hoaks.
"Wajar karena pengaruh berita hoaks dan simpang siur yang cenderung memperseram penyakit itu. Kita harus memahami kalau reaksi masyarakat seperti itu," kata Muhadjir saat ditemui di Sukajaya, Kabupaten Bogor, Senin (3/2/2020).
Meski demikian, ia mengakui pemerintah minim menyosialisasikan kepada masyarakat Natuna sebelum memilihnya sebagai lokasi karantina.
Muhadjir mengatakan, proses sosialisasi minim lantaran proses evakuasi berlangsung cepat.
Presiden Joko Widodo pun baru memutuskan mengevakuasi WNI dari Wuhan persis sehari sebelum kedatangan mereka ke Natuna.
Muhadjir pun mengaku telah turun langsung ke Natuna menemui pemuka agama dan masyarakat untuk menyampaikan kepada mereka ihwal kejadian sebenarnya.
Muhadjir juga telah meminta mereka menyampaikan kepada masyarajat Natuna yang menolak.
"Karena itu kemarin saya langsung ke Natuna sendiri untuk mendekati beberapa pemuka masyarakat termasuk ketua lembaga adat melayu dan MUI untuk meredakan situasi walaupun tidak bisa sepenuhnya," ujar Muhadjr.
"Tapi berjalan seiring waktu, akan mengerti. Kalau sudah mengerti bahwa mereka ini orang-orang sehat, bukan untuk dikarantinakan, bukan diasingkan, hanya tempat observasi, mengamati selama 14 hari akan dilihat. Karena untuk memastikan memang betul sehat begitu," lanjut Muhadjir. (Tribunnews.com/Theresia Felisiani/Kompas.com)