Hakim MK: Pasal di UU ASN Kerap Diuji
Guru besar Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat itu menyarankan agar para pemohon membaca putusan-putusan MK sebelumnya terkait uji UU ASN.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saldi Isra, anggota majelis hakim konstitusi menilai permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) sering diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Terakhir, para pemohon, Mahmudin, Suyanto, Muhammad Nur Rambe, cs, dari latar belakang tenaga honorer profesi guru dan perawat menguji Pasal 1 angka 4, Pasal 6, Pasal 58 ayat (1), serta Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU ASN.
Guru besar Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat itu menyarankan agar para pemohon membaca putusan-putusan MK sebelumnya terkait uji UU ASN.
“Norma yang saudara uji pernah diputus. Kalau ada norma yang pernah diuji dan diputus menurut peraturan tidak boleh diuji kembali, kecuali ada batu uji berbeda dan alasan konstitusional berbeda,” kata Saldi di sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian UU ASN di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, pada Rabu (5/2/2020).
Sementara itu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menekankan kepada para pemohon untuk lebih menguraikan kerugian maupun potensi kerugian konstitusional yang dialami oleh para Pemohon.
“Dalam catatan kami, pasal-pasal yang diuji UU ASN ini sudah cukup banyak. Namun yang perlu diperhatikan para Pemohon, kerugian apa atau potensi kerugian apa yang dialami para Pemohon agar lebih diuraikan, sehingga permohonan menjadi lebih jelas,” ujarnya.
Untuk diketahui, perwakilan pegawai pemerintah non-PNS atau tenaga honorer mendaftarkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Adapun pasal yang dimohonkan adalah pertama Pasal 6 hurup b, tentang kriteria ASN, kedua, Pasal 58 ayat 1 dan 2 tentang pengadaan PNS, dan ketiga, Pasal 99, tentang pengangkatan PPPK.
Uji materi itu terhadap Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat (2), Pasal 28 I ayat (2), dan Pasal 28 I ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945.
Baca: Kapolri Idham Azis Sindir 0,01 Persen Polisi yang Suka Menghadap demi Jabatan
Dia mewakili perwakilan dari 13 provinsi. 13 provinsi tersebut, yaitu Riau, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Jambi, Aceh, NTT, Kepulauan Riau, NTB.
Adapun, rincian profesi pekerja yang melakukan permohonan itu diantaranya, yaitu Tenaga Pendidik dan Kependidikan (Guru Honorer, Penjaga Sekolah Honorer Sekolah Negeri, Operator Sekolah Negeri) Pegawai Honorer Teknis dan Administrasi, Tenaga Kesehatan (Perawat Honorer pada Instansi Pemerintah dll)
Para pemohon berpendapat, terdapat ketidakjelasan dalam ketentuan di UU ASN, yakni sistem peralihan proses pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
“Permohonan para Pemohon menguji Undang-Undang ASN bertujuan untuk mengakomodir hak-hak dan kepentingan tenaga honorer. Karena dalam Undang-Undang ASN sama sekali tidak ada pengaturan soal tenaga honorer. Ini mengakibatkan tenaga honorer kehilangan dasar dan kebijakan dalam hukum Indonesia,” jelas Paulus Sanjaya kuasa hukum para Pemohon.
Menurut para Pemohon, dalam UU ASN dijelaskan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidak serta merta dapat diangkat secara otomatis menjadi CPNS tetapi harus mengikuti proses seleksi terlebih dahulu. Selain itu tenaga honorer tidak dapat mengikuti seleksi CPNS karena terbentur salah satu persyaratan yakni ambang batas usia.
Sebelumnya pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja pegawai kontrak diterapkan atas jangka waktu dan selesainya pekerjaan.
Sedangkan UU ASN tidak memberikan batasan waktu mengenai berapa lama seseorang dikontrak sebagai PPPK dalam suatu instansi pemerintah. Oleh karena itu, banyak tenaga honorer yang telah menduduki jabatannya sejak lama namun ingin mendaftar menjadi CPNS terbentur dengan adanya syarat usia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.