Soal Pemulangan WNI eks ISIS, Presiden Jokowi Tolak Pulangkan, Pengamat Terorisme: Kita Butuh Mereka
Meski Jokowi menolak, pengamat terorisme mengungkapkan pemulangan ratusan WNI eks ISIS dapat memberi manfaat untuk Indonesia.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat terorisme Al Chaidar Abdul Rahman Puteh mengungkapkan pemulangan ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS dapat memberi manfaat untuk Indonesia.
Meskipun, wacana tersebut mendapat penolakan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini.
Al Chaidar mengungkapkan ada hal yang dibutuhkan dari kepulangan mereka.
"Memang sebaiknya sekitar 660 orang WNI (eks ISIS) dipulangkan saja ke Indonesia," ujar Al Chaidar kepada Tribunnews melalui sambungan telepon, Rabu (5/2/2020).
"Karena kita membutuhkan mereka untuk program semacam deradikalisasi, untuk kelompok teroris lain yang banyak di Indonesia," lanjutnya.
Menerima Lebih Baik daripada Menolak
Menurut Al Chaidar, memulangkan WNI eks ISIS lebih penting dilakukan pemerintah ketimbang menolak.
"Jika menolak, mereka akan menganggap pemerintah itu adalah pemerintah yang dzalim," ujar Al Chaidar.
Selain itu, penilaian pemerintah yang keras, otoriter, hingga tidak suka pada Islam disebut Al Chaidar akan tersemat untuk Indonesia.
Namun Al Chaidar menilai tetap ada potensi bahaya yang dibawa ratusan WNI eks ISIS jika dipulangkan ke Indonesia.
"Pasti ada (potensi bahaya), karena memang mereka sudah terpapar oleh radikalisme yang cukup mengkhawatirkan," ujarnya.
Al Chaidar menilai, perlu adanya pemeriksaan lebih lanjut kepada ratusan WNI tersebut.
Hal itu untuk memastikan paham radikalisme dan terorisme tidak lagi dipegang oleh para WNI eks ISIS.
"Mereka itu perlu di-screening atau pun perlu dimasukkan ke dalam program pemerintah yang ada. Entah program Departemen Sosial maupun BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," ungkapnya.
Lebih lanjut, Al Chaidar menilai para WNI eks ISIS membutuhkan untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara.
"Mereka gapapa dipulangkan, mereka perlu bersilaturahmi secara humanis dengan saudara saudara dan keluarga yang mereka tinggalkan."
"Mungkin juga perlu bermaaf-maafan pada saudara yang sudah dianggap kafir atau bahkan sudah dianggap musuh," ungkap Al Chaidar.
Jokowi Menolak
Sementara itu menanggapi wacana pemulangan ratusan WNI eks ISIS, Jokowi hingga kini masih menolak.
Akan tetapi Jokowi menyebut langkah lebih lanjut akan dirapatkan terlebih dahulu.
"Ya kalau bertanya kepada saya (sekarang), ini belum ratas (rapat terbatas) ya. Kalau bertanya kepada saya (sekarang), saya akan bilang tidak (bisa kembali). Tapi, masih dirataskan," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/2/2020) dilansir Kompas.com.
Jokowi menyebut, pemerintah masih memerhitungkan berbagai dampak pemulangan WNI eks ISIS.
Baik dampak positif dan negatifnya, akan dibahas Jokowi melalui rapat terbatas.
Jokowi masih ingin mendengar pandangan masing-masing menteri terkait dalam wacana pemulangan tersebut.
Tanggapan BNPT
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, rencana pemulangan ratusan WNI terduga teroris lintas batas masih dalam tahap pembahasan.
Pembahasan tersebut sedianya akan dilakukan dengan beberapa instansi terkait.
"Iya (belum diputuskan), masih dibahas di Kemenkopolhukam melibatkan kementerian dan instansi terkait," kata Suhardi kepada Kompas.com, Minggu (2/2/2020).
Pandangan Menteri Agama
Sementara itu Menteri Agama Fachrul Razi juga menyebeut pemerintah masih mengkaji kemungkinan pemulangan WNI eks ISIS ke Indonesia.
"Rencana pemulangan mereka itu belum diputuskan pemerintah dan masih dikaji secara cermat oleh berbagai instansi terkait di bawah koordinasi Menkopolhukam," kata Fahrul, dikutip dari situs resmi Kemenag (2/2/2020).
"Tentu ada banyak hal yang dipertimbangkan, baik dampak positif maupun negatifnya," sambungnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Belum Diputuskan, tapi Jokowi Bilang WNI Terduga Teroris Lintas Batas Tak Bisa Pulang".
(Tribunnews.com/Wahyu GP) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)