Duduk Perkara Pahala Nainggolan Dilaporkan oleh PT Bumigas Energi ke Bareskrim Versi KPK
Pahala berupaya mendorong program pemerintah terkait kebijakan energi terbarukan yang memberikan tenggat waktu pada 2025
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Hingga Desember 2005 Bumi Gas tidak juga melaksanakan kegiatan fisik pembangunan proyek dan tidak menghiraukan surat peringatan dari Geo Dipa," katanya.
Selanjutnya, 26 November 2007 Geo Dipa resmi mengajukan permohonan terminasi kontrak melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan BANI menyatakan Bumi Gas melakukan cedera janji dan menyatakan kontrak diterminasi di hari itu juga.
Kemudian, lanjut Ali, pada 19 Desember 2008 Bumi Gas mengajukan permohonan pembatalan kepada PN
Jaksel. PN Jaksel menolak permohonan Bumi Gas.
"Bumi Gas kemudian mengajukan PK ke Mahkamah Agung dan pada 25 Mei 2010 MA menyatakan menolak permohonan PK Bumi Gas," ungkap Ali.
Dia mengatakan, Bumi Gas kembali mengajukan upaya hukum untuk membatalkan putusan BANI. Pada 24 Oktober 2014, MA mengabulkan permohonan Bumi Gas untuk membatalkan putusan BANI yang membatalkan perjanjian antara PT Geo Dipa dan Bumi Gas dalam proyek PLTPB Dieng-Patuha.
Atas putusan ini, Geo Dipa mengajukan PK dua kali yang ditolak oleh majelis hakim.
Kendati terus ditolak, Bumi Gas kemudian melaporkan eks Presdir Geo Dipa Samsudin Warsa ke Bareskrim Polri pada November 2012 dengan tuduhan melakukan penipuan.
Perkara tersebut diperiksa oleh PN Jaksel.
Pada Agustus 2017 dinyatakan dibebaskan dari dakwaan. JPU tidak melakukan banding.
"Pada 2 April 2015 Bumi Gas juga melaporkan kembali Dirut Geo Dipa, Tim Jaksa Pengacara Negara dan kuasa hukum Geo Dipa ke Bareskrim dengan tuduhan memberikan keterangan palsu," beber Ali.
Setelah proses-proses hukum tersebut, kata Ali, Geo Dipa melalui kuasa hukumnya berkoordinasi kepada KPK. Karena dengan dibatalkannya putusan BANI, Bumi Gas
mengklaim bahwa perjanjian hidup kembali, dan Bumi Gas minta negosiasi. Salah satu bagian negosiasi adalah Bumi Gas meminta proyek Patuha I.
Baca: KPK Dapat Dukungan dari Inggris Usut Kasus Suap di Garuda Indonesia
"Karena Patuha I adalah aset negara, maka KPK berpendapat bahwa Patuha I tersebut tidak bisa diserahkan kepada pihak ketiga dan tidak ada pembayaran kompensasi terkait hal ini," katanya.
"Paralel, saat upaya pencegahan dilakukan KPK juga melakukan upaya penindakan atas indikasi adanya penyimpangan," pungkas Ali.