WNI Eks ISIS Tak Dipulangkan, Robikin Emhas Sebut Keputusan Pemerintah Tepat: Sesuai Sikap PBNU
Ketua PBNU, Robikin Emhas menilai keputusan pemerintah untuk tidak memulangkan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS sudah tepat.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas menilai keputusan pemerintah untuk tidak memulangkan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS sudah tepat.
Hal ini juga sejalan dengan keinginan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Sebelumnya, PBNU menyatakan sikap tegas menolak pemulangan kombatan ISIS.
Pernyataan Robikin tersebut, disampaikan dalam program APA KABAR INDONESIA MALAM, dilansir Tribunnews dari YouTube Talk Show tvOne, Rabu (12/2/2020).
"Pandangan pemerintah sesuai dengan sikap nahdatul ulama bahwa menjunjung martabat kemanusiaan suatu keharusan," ujarnya.
"Kami tentu saja berempati kalau para teroris itu mohon maaf terlunta-lunta di sana," imbuhnya.
Tetapi harus diingat bahwa, martabat kemanusiaan untuk 267 juta jiwa di Indonesia harus juga mendapatkan pertimbangan," kata Robikin.
Lebih lanjut, kata Robikin melindungi jumlah yang besar dari rasa takut, khawatir, cemas dari tensi ancaman aksi terorisme itu juga harus diutamakan.
Sehingga, ketika terdapat dua hal yang harus dilindungi, maka harus dipilih mana resiko yang paling rendah.
"Nah resiko yang paling rendah antara lain termasuk sikap pemerintah sudah tepat untuk tidak memulangkan (WNI eks ISIS) ke Indonesia," tegasnya.
Di sisi lain, Robikin menyinggung soal pernyataan Menko polhukam Mahfud MD.
Di mana dalam konteks ini, prinsip dasarnya tidak memulangkan tapi kemudian akan melakukan profiling.
"Pertanyaan saya kalau mereka sudah dilakukan profiling, ketemulah siapa melakukan apa dan seterusnya. Lalu ada tindakan pidana yang dilakukan, berminatkah mereka untuk pulang dan diadili?" kata Robikin.
Baca: Tak Pulangkan WNI Eks ISIS, Pemerintah Siapkan Antisipasi Terduga Teroris Lain Pulang ke Indonesia
"Dan kalau kemudian bukti-buktinya pruden, cukup dan sah, terus misalnya dipenjara, kita tidak tahu apakah itu memang pilihannya," imbuhnya.
Sehingga, antara sikap dasar untuk tidak memulangkan dengan tindakan-tindakan lain itu tidak bisa dipisahkan, dalam artian harus komperhensif.
Di sisi lain, Robikin juga mengatakan dalam hal ini perlu dipertimbangkan apakah WNI eks ISIS ini telah kehilangan kewarganegaraannya atau tidak.
Mengingat para WNI eks ini telah melakukan hal-hal yang dinilai telah bertentangan dengan Pancasila.
Bahkan, mereka menganggap Indonesia sebagai negara thaghut.
"Harus juga diingat bahwa sebagian mereka ketika berangkat yang katanya hendak jihad itu melakukan sikap yang sangat ‘heroik’," ujarnya.
"Mereka melempar dan membakar paspornya beramai-ramai, menyatakan Indonesia adalah thaghut," jelasnya.
Baca: Keputusan Pemerintah Tak Pulangkan 689 WNI Eks ISIS Sesuai Keinginan Rakyat
"Apa artinya itu yang dilempar pada dasarnya adalah kewarganegaraannya?" kata Robikin.
Robikin menilai aksi ini menunjukkan bahwa para WNI eks ISIS ini tidak mengakui indonesia adalah negara yang sah.
"Nah sekarang akankah dia (WNI eks ISIS) merasa butuh Indonesia untuk melindungi dirinya?" imbuhnya.
PBNU Tegas Tolak Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS ke Tanah Air
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyampaikan pendapat kepada pemerintah Indonesia untuk tidak merealisasikan kepulangan 600 WNI eks ISIS ke Tanah Air.
Hal ini ia sampaikan dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020).
Setelah pertemuan tertutup itu, Said mengungkapkan pertemuan tersebut fokus membicarakan pemulangan WNI yang masih berada di kamp ISIS di Suriah dan Palestina.
"Pagi ini kami menerima kehadiran Menteri luar negeri Ibu Retno Marsudi," ujarnya yang yang dikutip dari akun Instagram milik Nahdatul Ulama, @nuonline_id.
"Adapun yang kita bicarakan selama lebih kurang satu jam fokus pada pemulangan WNI yang masih ada di camp pengungsi atau camp ISIS di Suriah," imbuhnya.
Said juga mengatakan bahwa kedatangan Menlu ini untuk meminta masukan dari Said soal hal tersebut.
Baca: Pengamat Ini Bilang Ada Potensi Gugatan Hukum karena Pemerintah Tolak Pulangkan Eks ISIS
"Selama ini kan pemerintah belum berpendapat. Ya kita berikan masukan, " ujarnya.
Said menyebut PBNU memiliki sikap tegas untuk menolak pemulangan WNI eks ISIS ini.
"Dengan tegas kami PBNU menolak kepulangan kombatan ISIS," kata Said.
Lebih lanjut, Said menjelaskan terkait sikap penolakan PBNU.
"Kenapa kami membicarakan tentang kepulangan 600 orang kalau itu akan menggangu kenyaman dan ketenangan 260 juta warga Indonesia ini," ujarnya.
"Setelah datang kesana mereka ramai - ramai bakar paspor . Kemudian ISIS mereka anggap sebagai negara meski belum diakui oleh dunia," kata Said.
"Berarti mereka sudah melepaskan diri dari kewarganegaraannya," imbuhnya.
"Jadi menurut saya tidak ada salahnya jika pemerintah menolak kepulangan mereka," tegasnya.
Pemerintah Putuskan Tolak Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS
Pemerintah telah memutuskan untuk tidak memulangkan sekiranya 689 WNI eks ISIS ke Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD usai menggelar rapat yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Selasa (11/2/2020).
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF ke Indonesia," kata Mahfud MD yang dikutip dari Tribunnews.
Adapun alasan pemerintah menolak wacana pemulangan 689 WNI eks ISIS adalah demi menjaga 267 juta rakyat Indonesia.
Baca: Tolak Pulangkan ISIS, Pemerintah Dinilai Tak Humanis, Pengamat: Indonesia akan Diserang dari Dalam
Pemerintah dan Negara wajib memberikan rasa aman rakyatnya dari ancaman terorisme dan virus-virus baru termasuk teroris.
"Kalau FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," imbuhnya.
Mahfud MD menyebut, pemerintah akan memastikan data valid jumlah dan identitas orang-orang yang terlibat terorisme, termasuk bergabung dengan ISIS.
"Bersama dengan itu akan di data yang valid tentang jumlah dan identitas orang-orang itu," jelasnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Fransiskus Adhiyuda Prasetia)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.