Pengusul Buka Suara soal Tak Adanya Aturan KDRT dalam RUU Ketahanan Keluarga
Menanggapi hal tersebut, Ali Taher, satu di antara pengusul RUU itu mengatakan akan terus membahas bersama pengusul lainnya
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam Draft Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga tidak mengatur sanksi bagi pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Menanggapi hal tersebut, Ali Taher, satu di antara pengusul RUU itu mengatakan akan terus membahas bersama pengusul lainnya.
Baca: Cuti Melahirkan 6 Bulan, RUU Ketahanan Keluarga Hanya Akan Bikin Tumpang Tindih Aturan
Ia terbuka adanya saran dari masyarakat untuk RUU Ketahanan Keluarga ini.
"Substansi kan kita bahas terus menerus. Masukan, rekomendasi, saran dari masyarakat tetap terbuka untuk kita diskusikan," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Anggota Komisi VIII DPR RI ini menegaskan RUU tersebut diusulkan untuk memberikan kepastian hukum jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
"Persoalan utamanya bagaimana warna dari undang-undang itu memberikan perlindungan, jaminan, dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga atau pengabaian-pengabaian hak antara kedua belah pihak," pungkasnya.
Baca: Anggota DPR Perempuan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga Akan Terkena Imbas Pasal 25
Selain Ali Taher, empat anggota DPR yang mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga adalah Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani (f-PKS), Sodik Mudjahid (f-Gerindra), Ali Taher (f-PAN), serta Endang Maria (f-Golkar).
Namun, kabar terakhir menyebutkan Partai Golkar menarik dukungan pembahasan RUU tersebut.
RUU Ketahanan Keluarga dikhawatirkan langgengkan KDRT
Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga. RUU tersebut dinilainya melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Wacana RUU Ketahanan Keluarga harus ditolak, karena mengabaikan pengalaman kekerasan perempuan yang terjadi di rumah dan dalam relasi personal," ujar Mutiara, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (20/2/2020).
Mutiara mengatakan data dan fakta KDRT yang dialami perempuan sama sekali tidak menjadi dasar pertimbangan dalam RUU Ketahanan Keluarga.
Oleh karenanya, Mutiara menilai istri yang wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama pada Pasal 25 ayat (3) justru akan melanggengkan KDRT.
Baca: Anggota DPR Perempuan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga Akan Terkena Imbas Pasal 25
"Pengukuhan peran suami sebagai kepala dan pelindung keluarga, sedangkan istri sebagai pengatur urusan rumah tangga dan yang kemudian wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama akan melanggengkan KDRT itu sendiri," jelasnya.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian KDRT pada buruh perempuan oleh Perempuan Mahardhika pada 2019 lalu.
Penelitian itu menyebutkan bahwa buruh perempuan korban KDRT memilih untuk bertahan dalam rumah tangga atau relasi personal yang penuh kekerasan. Bahkan dengan sukarela menanggung beban ekonomi pasangan agar pernikahan bisa tetap dipertahankan.
"Perlakukan kekerasan diterima sebagai bentuk pengabdian karena menganggap bahwa laki-laki adalah kepala keluarga yang harus dihormati," tandasnya.
Sebelumnya, Tribunnews.com mencoba menelisik pasal-pasal yang ada dalam draft RUU Ketahanan Keluarga. Seperti pada Pasal 25 yang mengatur perbedaan kewajiban dari suami dan istri.
Berdasarkan draft RUU Ketahanan Keluarga yang dikutip Tribunnews.com pada Kamis (20/2/2020) dijelaskan bahwa suami memiliki empat kewajiban.
Tertera dalam Pasal 25 ayat (2), suami disebut bertanggung jawab atas keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Baca: Draft RUU Ketahanan Keluarga : Pelaku BDSM, Homoseks, Lesbian dan Incest Wajib Direhabilitasi
Selain itu, suami wajib melindungi keluarganya dari ancaman kejahatan, diskriminasi hingga penyimpangan seksual. Suami juga harus melindungi dirinya sendiri dan keluarga dari pornografi hingga penyalahgunaan narkoba serta alkohol.
Berikut petikan Draft RUU Ketahanan Keluarga Pasal 25 ayat (2) yang mengatur kewajiban suami dalam rumah tangga :
Pasal 25
(2) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga;
b. melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta
d. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
Sementara terkait kewajiban istri diatur dalam Pasal 25 ayat (3). Kewajiban pertama istri adalah untuk mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Istri juga wajib menjaga keutuhan keluarga dan memperlakukan suami dan anaknya secara baik.
Berikut petikan Draft RUU Ketahanan Keluarga Pasal 25 ayat (3) yang mengatur kewajiban istri dalam rumah tangga :
(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.