Penjelasan Ketua KPK Firli Bahuri Terkait Penghentian 36 Perkara di Tahap Penyelidikan
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, perkara yang dihentikan penyelidikannya adalah perkara yang telah dilakukan sejak 2008 hingga 2019
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui telah menghentikan 36 perkara di tahap penyelidikan.
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, perkara yang dihentikan penyelidikannya adalah perkara yang telah dilakukan sejak 2008 hingga 2019 dan dihentikan pada 2020.
"Terkait pemaparan penghentian penyelidikan 162 perkara era 2016-2019 dan penghentian penyelidikan 36 perkara pada 2020," kata Firli kepada Tribunnews.com, Sabtu (22/2/2020).
Baca: Hingga 20 Februari Lebih dari 13.000 Masyarakat Konsultasi Antisipasi Virus Corona di Jepang
Baca: Cerita Dua Siswa SMPN 1 Turi Sleman Selamatkan Temannya yang Terseret Arus Sungai
"Berdasarkan hasil penyelidikan, penyelidik tidak menemukan bukti permulaan yang cukup," imbuh komisaris jenderal polisi itu.
Sebagai pucuk pimpinan tertinggi komisi antikorupsi, Firli pun menerima kritik dan tuduhan yang diarahkan kepadanya. Hal itu, katanya, merupakan refleksi harapan besar pada KPK
"Kami juga menyadari, memulai sebuah tradisi transparansi pasti mengundang banyak reaksi. Bagi kami lebih baik dicurigai, tapi bersikap terbuka. Daripada dipercaya, tapi menyembunyikan data," kata Firli.
Sebelumnya dari data dokumen paparan Arah dan Kebijakan Umum Tahun 2020 yang diterima Tribunnews.com, KPK telah menghentikan 36 perkara penyelidikan.
Penghentian ini merupakan data sejak Firli Bahuri cs mulai menjabat sebagai pimpinan KPK pada 20 Desember 2019 sampai 20 Februari 2020.
"Perkara yang sudah henti lidik, kasus Penyelidikan Diterbitkan SPPP = 36 kasus," demikian tertulis dalam dokumen tersebut.
MAKI Akan Gugat KPK
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (KPK) berencana menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penghentian 36 perkara di tahap penyelidikan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan ingin membuktikan keterangan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Ali sebelumnya menyebut kasus yang menyedot perhatian publik macam kasus dugaan tindak pidana korupsi Century, Sumber Waras, dan divestasi saham PT Newmont tak ikut dihentikan.
Baca: Trailer Film KKN Desa Penari Rilis! Tayang 19 Maret 2020 di Bioskop, Simak Sinopsis & Pemerannya
Baca: Persib Bandung Punya Kendala: Duet Asing Kurang Tajam hingga Permainan Tak Sesuai Skema
Baca: Pria Beristri Pacari Remaja 15 Tahun, Setubuhi Korban Bujuk dengan Video Porno dan Perhiasan Imitasi
"Saya menduga kasus Century, Sumber Waras dan Newmont bagian dari paket yang dihentikan. Saya tidak percaya dengan omongan Ali Fikri. Untuk membuktikan itu saya akan ajukan praperadilan," ujar Boyamin saat dimintai konfirmasi, Sabtu (22/2/2020).
Tidak hanya menggugat KPK, Boyamin pun bakalan menggugat Dewan Pengawas sebagai tergugat dua.
Boyamin menuturkan, gugatan terhadap Dewas penting dilakukan untuk memastikan mekanisme penhentian 36 penyelidikan.
"Dilaporkan ke Dewas atau tidak dihentikannya 36 penyelidikan ini," ujar Boyamin.
Kembali ke tiga kasus yang MAKI tak percaya ikut dihentikan, ia menyatakan tiga perkara itu telah memiliki cukup bukti untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Misal perkara Sumber Waras, dia mengatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah menyatakan adanya kerugian keuangan negara.
Sedangkan kasus dugaan korupsi dana divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara, disebutnya, KPK telah menemukan adanya aliran dana dalam perkara ini.
Sementara kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, katanya, putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) telah menyatakan pihak-pihak lain yang terlibat.
Terkhusus kasus Century, Boyamin menekankan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan MAKI terhadap KPK atas lambannya penanganan kasus Century pada Senin (9/4/2018) lalu.
Dalam amar putusannya, Hakim tunggal PN Jaksel Effendi Mukhtar memerintahkan KPK untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dan kawan-kawan.
Kemudian melanjutkannya dengan pendakwaan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat atau melimpahkannya kepada kepolisian atau kejaksaan untuk melakukan penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di PN Tipikor Jakpus.
"Kalau KPK menghentikan penyelidikan Century saya sangat terhina karena putusan pengadilan sudah jelas, KPK harus meneruskan penyelidikan, penyidikan dan menetapkan tersangka," tegasnya.
"Maka dari itu, saya akan menguji tuduhan saya itu dengan praperadilan. Dari tuduhan itu, KPK yang harus membuktikan. Mudah-mudahan dalam jawaban bukan yang tiga kasus ini. Praperadilan ini penting untuk mendapat kepastian," imbuh Boyamin.
Bambang Widjojanto: Bukan Prestasi yang Perlu Dibanggakan
Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menyebut istilah hukum penghentian penyelidikan tidak dikenal di dalam hukum acara pidana jika merujuk pada KUHAP.
Bambang Widjojanto atau yang akrab disapa BW, istilah penghentian penyelidikan juga tidak ada dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 maupun UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
"Istilah penghentian penyelidikan nyaris tidak pernah digunakan oleh pimpinan KPK periode sebelumnya di dalam banyak presentasi atau laporan karena itu bukan prestasi yang perlu dibanggakan," kata BW lewat keterangan resmi, Sabtu (22/2/2020).
Baca: Bukan GERD, Evan Sanders Duga Ashraf Sinclair Meninggal karena Jet Lag Setiba dari Amerika
Baca: Update CPNS 2019: Peserta yang Tak Hadir SKD Bisa Kena Sanksi, Simak Juga Tips Lolos Tahap SKB
Baca: Tangis Aulia Farhan Pemain Sinetron Anak Langit yang Ditangkap Polisi karena Positif Gunakan Narkoba
Selain itu, katanya, selalu ada klausul penyelidikan ditutup dan dibuka kembali jika ada peristiwa dan fakta yang dapat dijadikan bukti permulaan untuk membuka penyelidikan baru.
Yang jauh lebih penting, tegas BW, adalah akuntabilitas dalam seluruh proses pemeriksaan, salah satunya di tahapan penyelidikan.
Sehingga, lanjutnya, tidak menimbulkan kecurigaan atas proses karena ada sinyalemen 'deal' tertentu ketika tahapan prosesnya harus ditutup.
"Sekali lagi, upaya membesar-besarkan penggunaan istilah penghentian penyelidikan di presentasi Ketua KPK menjadi tak perlu karena bisa dituding hanya sekedar mencari sensasi yang tak begitu penting dalam upaya penegakan hukum tapi juga istilah yang keliru karena tak dikenal di dalam hukum acara," kata BW.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan penghentian penyelidikan 36 kasus korupsi dilakukan demi kepastian hukum. Penghentian perkara tersebut dilakukan sejak 20 Desember 2019 sampai 20 Februari 2020.
Menurut Firli, dalam hal ini lembaganya berupaya memberi kepastian. Setiap perkara yang ditangani ataupun seseorang yang menjalani proses hukum harus jelas bukti dan penanganannya.
“Tidak boleh pikir digantung-gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan. Kalau bukan tindak pidana, masa ya tidak dihentikan," kata Firli.