Pengacara Belum Tahu Masa Hukuman Markus Nari Diperberat Jadi 7 Tahun
Tommy Sihotang, pengacara Markus Nari, mengaku belum tahu hukuman kliennya diperberat menjadi tujuh tahun.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tommy Sihotang, pengacara Markus Nari, mengaku belum tahu hukuman kliennya diperberat menjadi tujuh tahun.
Tommy mengatakan baru akan mengambil putusan pengadilan tinggi tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/3/2020).
"Memang saya hari Senin akan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengambil putusannya, karena kita akan ajukan kasasi. Tapi soal diperberat (hukuman kliennya) saya belum lihat keputusannya," ujar Tommy, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (27/2/2020).
Baca: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Perberat Hukuman Terdakwa Kasus Korupsi e-KTP Markus Nari
Untuk langkah selanjutnya, Tommy akan mengajukan upaya hukum yakni kasasi terkait kasus yang menjerat mantan anggota Komisi II DPR RI tersebut.
"Biasa, kita akan ajukan upaya hukum seperti biasa, kasasi. Tapi kan saya harus resmi dulu terima putusan resmi itu, baru berlakulah efektif dia kasasi itu tujuh hari," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus banding perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor : 3/Pid.Tpk/2020/PT.DKI atas nama terdakwa Markus Nari.
Politisi Partai Golkar itu dihukum pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp 300 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Baca: Dewi Sandra Kesal pada Wartawan saat Tahlilan Ashraf Sinclair: Di Mana Etika dan Rasa Kemanusiaanmu?
Sidang dipimpin oleh I Nyoman Sutama, selaku ketua majelis hakim didampingi dua hakim anggota, yaitu Rusydi dan Hening Tyastanto.
"Mengadili menerima Permintaan Banding Dari Penuntut Umum Pada Komisi Pemberantasa Korupsi Dan Penasihat Hukum Terdakwa Markus Nari," putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, seperti dilansir dari laman Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Selain itu, pada putusan banding itu majelis hakim menghukum agar terdakwa Markus Nari membayar uang pengganti 400 Ribu Dollar Amerika Serikat.
Apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Baca: Undang Microsoft Bangun Data Center di Indonesia, Jokowi Akan Permudah Izin Investasi
Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun.
Selain itu, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.
Sebelumnya, di pengadilan tingkat pertama, mantan anggota Komisi II DPR RI, Markus Nari, divonis pidana penjara selama enam tahun dan pidana denda sebesar Rp 300 juta apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan.
Majelis hakim menyatakan Markus Nari terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP dan dugaan merintangi proses peradilan kasus tersebut.