Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenal KPCDI, Komunitas yang Ajukan Uji Materi Terkait Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

KPCDI merupakan perkumpulan berbasis gerakan sosial pasien gagal ginjal. Komunitas ini mengedukasi serta memperjuangkan hak-hak pasien cuci darah.

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Sri Juliati
zoom-in Mengenal KPCDI, Komunitas yang Ajukan Uji Materi Terkait Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
HO/IST
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. 

Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Permohonan uji materi itu diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Mereka merasa keberatan terhadap kenaikan iuran.

Kemudian, mereka menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan.

Baca: Daftar Tarif BPJS Kesehatan Setelah MA Batalkan Kenaikan Iuran, Kelas 3: Rp 25.500

Baca: SAH! Kenaikan Iuran BPJS Batal Naik 100 Persen, Mahkamah Agung Terima Ajuan KPCDI

Dengan keputusan tersebut, maka iuran BPJS akan kembali seperti semua, yakni sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3, Rp 51 ribu untuk kelas 2, dan Rp 80 ribu untuk kelas 1.

Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard Samosir berharap pemerintah segera menjalankan keputusan MA terkait dibatalkannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

BERITA TERKAIT

Menurutnya, ini merupakan kabar gembira di tengah proses hukum di Indonesia yang biasanya mengalahkan rakyat kecil.

“Jalankan keputusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia,” tegas Tony dalam keterangan pers yang dimuat di Facebook resmi KPCDI.

Baca: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik Kembali ke Semula, Kelas 3 Rp 25.500

Mengenal KPCDI ?

KPCDI merupakan perkumpulan berbasis gerakan sosial pasien gagal ginjal.

Komunitas ini mengedukasi dan mengampanyekan kesehatan ginjal serta memperjuangkan hak-hak pasien cuci darah.

KPCDI mempunyai visi mewujudkan komunitas yang membangun persaudraan dan solidaritas diantara sesama pasien cuci darah.

Tak hanya pasien cuci darah, komunitas ini juga merangkul pasien PD/CAPD, pasien transplantasi ginjal, tenaga medis, dan anggota keluarganya.

Dilansir situs resmi KPCDI, komunitas ini didirikan pada 15 Maret 2015, bertepatan dengan peringatan hari ginjal se-dunia (World Kidney Day) pada tahun tersebut.

Hari Ginjal se-Dunia diperingati pada Kamis minggu kedua bulan Maret.

Sebelum resmi menjadi sebuah komunitas, KPCDI adalah sebuah forum komunikasi sesama pasien cuci darah di sebuah klinik hemodialisa (cuci darah) di bilangan Jakarta Selatan.

Baca: Sudah Disuntik Modal, BPJS Kesehatan Masih Saja Defisit Rp 15,5 Triliun

Para pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik yang melakukan tindakan cuci darah seumur hidup itu melakukan sharing dan berdiskusi di dalam forum tersebut.

Dari forum tersebut kemudian berkembang ke kota lainnya di Indonesia.

Dalam situs resmi mereka di kpcdi.org, komuntas tersebut telah tersebar di bebagai kota di Indonesia.

Diantaranya yakni Semarang, Yogyakartam Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Pekanbaru hingga Medan.

Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini yakni seperti diskusi, seminar, workshop tentang kesehatan ginjal, dialisis dan transplantasi ginjal.

Mereka juga mengkampanyekan pola hidup sehat, terutama berkaitan dengan mencegah peningkatan penyakit gagal ginjal kronik.

Kegiatan yang awalnya hanya bersifat internal kemudian berkembang ke persoalan publik.

Komunitas ini juga melakukan advokasi kepada pasien cuci darah yang mengalami ketidakadilan, serta memperjuangkan hak-hak pasien.

KPCDI juga memberi masukan dan kritikan kepada pemangku kebijakan.

Saat ini, KPCDI telah diakui sah secara hukum keberadaannya.

Pengesahan tersebut tersebut diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia pada tanggal 29 Mei 2017.

Baca: 2 WNI di Depok Positif Virus Corona, Pemerintah Jamin Pasien Ditanggung BPJS Kesehatan

Tanggapan KPCDI soal Batal Naiknya Tarif BPJS

Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard Samosir berharap pemerintah segera menjalankan keputusan MA terkait dibatalkannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Tony mengapresiasi keputusan MA yang membatalkan Perpres 75 tahun 2019 tentang kenaikan iuran BPJS yang berlaku sejak Januari 2020 lalu.

Menurutnya, ini merupakan kabar gembira ditengah proses hukum di Indonesia yang biasanya mengalahkan rakyat kecil.

“Saya rasa rakyat kecil yang kemarin menjerit karena kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen akan senang menyambut keputusan MA ini," kata Tony dalam siaran pers yang dirilis KPCDI di Facebook resminya.

Pihaknya pun berharap pemerintah segera menjalankan keputusan ini sehingga dapat meringankan beban biaya pengeluaran masyarakat kelas bawah.

Baca: Daftar Tarif BPJS Kesehatan Setelah MA Batalkan Kenaikan Iuran, Kelas 3: Rp 25.500

Ia juga berharap, pemerintah maupun BPJS Kesehatan tidak lagi membuat keputusan dan kebijakan yang sifatnya mengakali atau mengelabui keputusan tersebut.

“Jalankan keputusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia,” tegasnya.

Ia menegaskan, KPCDI akan terus mengawal keputusan yang di ketok MA hari ini.

“KPCDI juga akan terus berjuang demi kepentingan pasien. Setiap kebijakan publik yang merugikan pasien dan bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita berdirinya negara ini, akan tetap kami lawan,” jelasnya.

Baca: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik Kembali ke Semula, Kelas 3 Rp 25.500

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Pemohon uji materi itu diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

KPCDI yang merupakan organisasi berbentuk perkumpulan dan anggotanya kebanyakan penyintas gagal ginjal (Pasien Cuci Darah) ini merasa keberatan terhadap kenaikan iuran BPJS.

Kemudian, mereka menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan.

Pada putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

"Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," bunyi putusan tersebut.

Baca: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Legislator PKS: Kami Akan Mengawal Keputusan MA

Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945.

Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

"Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan," bunyi putusan tersebut.

Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:

Pasal 34

(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:

a. Rp 42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau

c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O.

Baca: MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Kata Komisi IX DPR

Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:

a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3

b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2

c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1

(Tribunnews.com/Tio/GleryLazuardi)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas