Pemegang Saham Diterima Jadi Peserta Program Kartu Prakerja, 'Jokowi Tak Sadar di Depan Ada Jurang'
Edy merasa tidak seharusnya ia diterima karena statusnya sebagai pemegang saham perusahaan. Sebab program itu diprioritaskan untuk para korban PHK.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
Tribun: Jadi setelah daftar itu Anda mendapat saldo Rp 1 juta?
Rp 1 juta itu saldo non-tunai. Syarat untuk mendapat Rp 600 ribu intensif beli 1 video. Kalau 30 hari tidak dibelanjakan hangus. Kembali ke rekening prakerja, lalu kita dicoret sebagai peserta. Itu aturannya.
Baca: 3 Mei Beroperasi Lagi dengan Menerapkan Physical Distancing, Maskapai Diminta Jangan Bandel
Tribun: Wajib untuk 'membeli' video untuk dapat intensif Rp 600 ribu?
Harus minimal 1 video, harganya berapapun. Nanti dipakai lagi bulan depan. Tapi harus beli pertama, kalau sudah beli pertama nanti dikirim email notifikasi "ayo gunakan lagi saldomu untuk membeli video di akademi". Ada.
Ini memang program tidak jelas menurut saya.
7x24 jam maksimal baru cair. Kalau saya kan sambungkan ke OVO. Jadi bisa disambungkan ke OVO, Gopay, Click Aja, sama BNI. Sama ada survei, kita disuruh isi, nanti ada intensif Rp 150 ribu.
Tribun: Keganjilan dalam program kartu prakerja ini apa saja?
Presidennya. Dia menandatangani Peraturan Presiden terus dia tidak cek kok programnya kayak apa jenisnya, sertifikatnya kayak apa, dan sampai hari ini dia tidak ngomong akan ada evaluasi.
Ada kekuatan apa yang melindungi bisnis proyek Rp 5,6 triliun ini. Sampai hari ini Presiden Jokowi tidak bicara stop dulu program ini untuk dievaluasi.
Sampai hari kita masih jual-beli video. Misal saya ada saldo Rp 780 ribu. Saya beli kan lagi bisa. Jadi uang negara dipakai untuk sesuatu hal yang tidak tepat sasaran. Karena dipakai saya.
Terus yang kedua jual-beli video sedangkan situasi saat ini lagi pandemi covid. Lebih baik Rp 5,6 triliun digunakan untuk pengadaan Alat Pelindung Diri (APD).
Tribun: Saran Anda setelah mendaftar program kartu prakerja?
Stop. Cabut Perpres 36 Tahun 2020. Evaluasi, batalkan, program beli video Rp 5,6 triliun ini. Ini potensi merugikan keuangan negara dan korupsi.
Terus sistemnya amburadul, kemanfaatannya tidak sesuai. Tidak ada sense of crisis lagi pandemi corona ini. Dan kita beli video.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.