Draft RUU Pemilu Atur Keserentakan Pemilu Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi
Tindaklanjut putusan MK itu, pihak DPR RI sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Pemilu.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan metode keserentakan pemilihan umum (Pemilu) yang diatur di Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada.
Pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD tak bisa dipisahkan.
Tindaklanjut putusan MK itu, pihak DPR RI sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Pemilu.
Selain mengatur soal keserentakan Pemilu, RUU Pemilu diusulkan memuat ketentuan ambang batas parlemen sebesar 5 persen atau naik satu persen dari sebelumnya.
Baca: Doa Zikir Setelah Shalat Tahajud Lengkap dengan Niat dan Tata Caranya
Baca: Soal dan Jawaban Belajar dari Rumah TVRI SMP, Pendapat Siapa yang Benar tentang Kedudukan Garis?
Baca: Fadli Zon Pertanyakan Ucapan Duka, Kini Beredar Foto Karangan Bunga Jokowi untuk Djoko Santoso
Apabila ketentuan ambang batas parlemen menjadi lima persen itu disahkan, maka akan mempersulit partai-partai baru untuk memperoleh kursi di parlemen.
"Perjuangan parpol baru akan terasa berat karena dua hal. Pertama, harus lolos menjadi peserta pemilu. Kedua, harus lolos parlimenthary threshold. Jika parpol baru ada yang sebagai peserta pemilu 2024," kata pemerhati politik, Qadar Ruslan, saat dihubungi, Kamis (14/5/2020).
Hal ini terbukti pada Pemilu 2019. Di mana dari empat partai politik baru yang berpartisipasi tidak ada satu partai pun yang menempatkan wakil di Senayan. Keempat partai tersebut, yaitu Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, Partai Berkarya, dan Partai Perindo.
Dia mengungkapkan terdapat lima faktor penting dari elektabilitas parpol baru. Pertama, figur partai politik.
Kedua, kekuatan sumber daya manusia. Ketiga, ketersediaan logistik. Keempat. momentum politik. Dan, kelima jaringan kerja partai.
"Jadi, kesimpulannya, elektabilitas parpol itu tidak tergantung pada posisi, apakah dia menjadi parpol pemerintah, atau di luar pemerintah," ujarnya.
Panwil PAN DKI Jakarta dan Luar Negeri itu melihat fenomena lahirnya Partai Gelora dan rencana berdirinya Partai Amanat Reformasi.
Jika Partai Gelora diinisiasi mantan kader PKS, kalau Partai Amanat Reformasi oleh mantan kader PAN.
Bagi partai baru tersebut, kata dia, merekaharus menyiapkan sumberdaya manusia, logistik, jaringan kerja sosial, tokoh lokal, dan lainnya.