Refly Harun Sebut Minta Presiden Mundur adalah Sah Secara Konstitusional, Tapi Tak Boleh Ada Paksaan
Refly Harun mengatakan, meminta presiden mundur dari jabatannya itu sah secara konstitusi, namun, tidak boleh ada paksaan di dalamnya.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
Bedakan Diskusi dan Gerakan Pemberhentian Presiden
Refly Harun mengatakan, dalam era reformasi, masih ada pihak yang sulit membedakan antara wacana dan gerakan.
Padahal, antara wacana dan gerakan merupakan dua hal yang berbeda.
Wacana hanya sebatas membahas mekanisme pemberhentian presiden.
Sementara gerakan lebih kepada tindakan kelompok besar untuk memberhentikan presiden.
"Jadi orang kadang-kadang men-judgement sesuatu padahal sesuatu itu adalah wacana, dan wacana itu bahkan wacana akademik," ungkap Refly, seperti dikutip dari kanal YouTube-nya, Refly Harun, Selasa (2/6/2020).
Refly menegaskan, pembahasan mengenai pemakzulan atau impeachment presiden tidak bisa dilarang.
Sebab, impeachment diatur dalam konstitusi, yakni dalam UUD 1945 Pasal 7A.
Baca: Refly Harun Buka Suara soal Narasumber di Balik Diskusi Pemecatan Presiden: Memang Tidak Aneh-aneh
Dia menjelaskan, dengan adanya pasal impeachment tersebut, maka sah saja kalau mendisukusikan hal-hal terkait pemberhentian presiden dan wakil presiden.
Namun, lanjut dia, hal itu harus dibedakan dengan gerakan.
"Kalau gerakan lain lagi masalahnya, dalam hal ini saya harus menggarisbawahi tiga hal tentang gerakan."
"Gerakan yang sifatnya konstitusional, gerakan inkonstitusional, gerakan yang ekstrakonstitusional," jelas Refly.
Lebih lanjut Refly menjelaskan terkait gerakan konstitusional dan inkonstitusional
Gerakan konstitusional adalah gerakan warga negara yang menginginkan presiden diberhentikan.