Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

"Hampir Mustahil untuk Memberhentikan Presiden Jokowi"

Di seluruh lembaga itu, koalisi pemerintah memiliki kuasa penuh. Denny bahkan yakin, upaya pemakzulan sudah akan berhenti di tahap pertama.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo diperiksa suhu tubuhnya saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal (normal baru) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/5/2020). Dalam tinjauan kali ini, Jokowi menyampaikan pengerahan TNI/Polri secara masif di titik-titik keramaian untuk mendisiplinkan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan sesuai ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Di seluruh lembaga itu, koalisi pemerintah memiliki kuasa penuh. Denny bahkan yakin, upaya pemakzulan sudah akan berhenti di tahap pertama.

Indonesia Belajar dari Sejarah

Pendapat Denny diperkuat oleh Aidul Fitriciada Azhari, pakar hukum tata negara yang juga Ketua Umum Mahutama. Aidul menjelaskan, Indonesia pernah menerapkan demokrasi parlementer di masa lalu.

Ketika itu, pemerintahan mudah sekali jatuh. Usia pemerintahan rata-rata tak sampai dua tahun, kemudian berganti.

Belajar dari masa lalu, posisi Presiden di Indonesia saat ini sangat kuat, begitupun pemerintahan yang dijalankannya.

“Ketika kita memilih sistem presidensial, kita menghindari jatuh bangunnya pemerintahan. Pemerintahan yang tidak stabil, pemerintahan yang tidak efektif, pemerintahan yang rentan sekali. Dan sistem presidensial memungkinkan itu semua,” kata Aidul.

Karena itulah, tambah Aidul, perbincangan mengenai pemakzulan sebenarnya lebih pada memberi pemahaman kepada masyarakat.

Berita Rekomendasi

Bagi mereka yang berkecimpung di dunia hukum, khususnya hukum tata negara, pemakzulan adalah tema perbincangan biasa. Pemerintah justru harus menjamin kebebasan berpikir dan berpendapat, yang sudah disepakati sejak republik berdiri.

Dalam masyarakat adat Indonesia, pemakzulan juga bukan sesuatu yang asing. Dalam tradisi Minang, misalnya, kata Aidul, posisi pemimpin hanya ditinggikan seranting dilebihkan selangkah.

Pedoman itu kurang lebih bermakna posisi rakyat dan pemimpinnya tidak berbeda jauh. Dalam sejarah Kerajaan Bone, pemakzulan juga pernah dilakukan dengan cara beradab. Raja yang dimakzulkan bahkan tetap memperoleh penghormatan dari rakyatnya.

Mahutama sendiri menyelenggarakan diskusi pemakzulan, kata Aidul, adalah dalam rangka melakukan sosialisasi.

Presiden Indonesia saat ini, tidak bisa dimakzulkan dengan proses yang sama seperti yang terjadi pada Soeharto dan Abdurrahman Wahid.

“Sistem kita sudah berbeda sama sekali, pembicaraan ini agar tidak terjadi kasak-kusuk di tengah masyarakat, yang kalau dibiarkan menjadi disinformasi. Kita harus terbuka membicarakan ini agar semua orang tahu dan sekaligus melakukan edukasi,” kata Aidul.

Membedakan Wacana dan Gerakan

Halaman
123
Sumber: VOA
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas