Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

"Hampir Mustahil untuk Memberhentikan Presiden Jokowi"

Di seluruh lembaga itu, koalisi pemerintah memiliki kuasa penuh. Denny bahkan yakin, upaya pemakzulan sudah akan berhenti di tahap pertama.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo diperiksa suhu tubuhnya saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal (normal baru) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/5/2020). Dalam tinjauan kali ini, Jokowi menyampaikan pengerahan TNI/Polri secara masif di titik-titik keramaian untuk mendisiplinkan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan sesuai ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Pakar hukum tata negara dan pengamat politik Refly Harun menggarisbawahi pentingnya menjamin kebebasan berpendapat. Refly mengajak masyarakat membedakan antara wacana dan gerakan.

Wacana adalah kegiatan akademik, mendiskusikan sesuatu karena memang layak dibicarakan. Dalam kasus ini adalah pemakzulan, yang oleh UUD 1945 sendiri sudah diperbincangkan.

“Maka sah-sah saja kalau kita kemudian mewacanakan, mendiskusikan, hal-hal yang terkait dengan impeachment atau pemberhentian presiden dan wakil presiden. Karena itu ada di ayat-ayat konstitusi. Tapi kita harus bedakan dengan gerakan. Kalau gerakan, lain lagi masalahnya,” kata Refly.

Dijelaskan Refly, selain wacana ada gerakan dan keduanya berbeda. Ada tiga jenis gerakan terkait upaya pemakzulan Presiden, yaitu gerakan konstitusional, inkonstitusional dan ekstrakonstitusional.

Gerakan konstitusional adalah aspirasi rakyat yang disampaikan kepada DPR terkait permintaan pemberhentian Presiden.

Langkah ini sah-sah saja dan dijamin undang-undang. Gerakan kedua adalah inkonstitusional, misalnya rakyat berkumpul dan menggalang senjata untuk menjatuhkan Presiden.

Sedangkan gerakan ekstrakonstitusional dicontohkan Refly adalah terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menciptakan tatanan baru ketika itu.

Berita Rekomendasi

Dalam pengantar seminar, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Din Syamsuddin berkisah mengenai pemakzulan dalam kacamata politik Islam.

Tidak hanya dalam tradisi demokrasi Barat, politik Islam juga mengenal proses pemakzulan.

Bahkan kata pemakzulan itu sendiri berakar dari kata Bahasa Arab, yang kurang lebih bermakna mencopot sesuatu atau menyingkirkannya ke samping.

Karena itu, diskusi mengenai pemakzulan harus dinilai sebagai sesuatu yang biasa saja.

Dalam tradisi politik Islam, kekuasaan dianggap sebagai amanat dari Tuhan. Karena itu, pemimpin yang menjalankannya harus melaksanakan kewajibannya seperti berlaku adil.

“Jika tidak mampu untuk diwujudkan oleh seorang pemimpin, ini sudah bisa menjadi syarat bagi pemakzulan,” kata Din. [ns/ft]

Sumber: VOA Indonesia

Sumber: VOA
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas