"Hampir Mustahil untuk Memberhentikan Presiden Jokowi"
Di seluruh lembaga itu, koalisi pemerintah memiliki kuasa penuh. Denny bahkan yakin, upaya pemakzulan sudah akan berhenti di tahap pertama.
Editor: Hasanudin Aco
Sejumlah diskusi ketatanegaraan terkait pemakzulan yang diselenggarakan satu pekan terakhir meningkatkan kekhawatiran masyarakat. Para pendukung Presiden Jokowi mengungkap kegusaran mereka, terutama di media sosial.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kegaduhan ini diawali rencana diskusi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Diskusi itu gagal dilaksanakan, karena panitia dan pembicaranya menerima ancaman pembunuhan.
Padahal, semua ahli hukum tata negara memastikan, pemakzulan presiden adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin terjadi di Indonesia saat ini.
Apalagi, bagi Presiden Jokowi yang membangun koalisi besar di DPR.
Salah satu yang berpendapat seperti itu adalah pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, yang juga mantan wakil menteri hukum dan HAM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kita pun dengan mekanisme sekarang lebih sulit bahkan hampir mustahil, kalau kita lihat tidak ada perubahan konfigurasi politik koalisi sekarang, untuk memberhentikan Presiden Jokowi,” kata Denny.
-
Baca: Ketua PP Muhamadiyah Sesalkan Penyertaan Nama Organisasi dalam Diskusi terkait Pemakzulan Jokowi
Pemerintahan Jokowi Aman
Denny menyampaikan pendapat itu dalam seminar daring “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi COVID-19.”
Seminar diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) pada Senin (1/6/2020).
Denny memaparkan, salah satu ciri sistem presidensial adalah proses pemakzulan yang sulit.Namun, salah satu syarat sistem itu adalah adanya mekanisme pemakzulan. Karena itu, persoalan pemakzulan sebenarnya hal yang wajar dibicarakan.
“Sehingga Presiden seharusnya dan jajaran pemerintahan itu lebih nyaman lebih kenalkan tidak perlu khawatir dengan mudah dijatuhkan. Apalagi hanya melalui diskusi mahasiswa saja,” tambahnya.
Denny menjelaskan, UUD 1945 telah mengalami amandemen. Dalam soal pemakzulan, langkah pertama ada di DPR. Melihat koalisi pemerintah yang saat ini terbangun, sangat tidak mungkin DPR akan memproses upaya pemakzulan.
Langkah kedua, ada di Mahkamah Konstitusi. Melihat susunan majelis di MK, lanjut Denny, sudah bisa diperkirakan arah keputusan lembaga itu. Setelah itu, jika berlanjut prosesnya kembali ke DPR dan kemudian ke MPR.