Kemlu: Kasus ABK WNI di Kapal Lu Qing Yuan Yu 623 Dalam Proses Penyelidikan Tiongkok
Direktur PWNI menyebut dari 9.404 ABK, kebanyakan bekerja sebagai awak kapal di kawasan Asia Timur dan Tenggara.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus anak buah kapal Indonesia (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di Kapal Luqing Yuan Yu 623 dengan inisial H masih dalam proses penyelidikan otoritas Tiongkok.
Direktur Perlidungan WNI (PWNI), Judha Nugraha mengatakan KBRI Beijing telah mengirimkan nota diplomatik terkait ABK tersebut sejak tanggal 11 Mei 2020.
Informasi terakhir yang didapatkannya proses penyelidikan masih dilakukan.
“Soal awak kapal ikan Indonesia dengan inisial H yang jenazahnya dilarung di sekitar perairan Somalia, kami mendapat informasi bahwa proses penyelidikan saat ini masih dilakukan oleh otoritas RRT,” ujarnya dalam konferensi pers dengan media, Rabu (3/6/2020).
Baca: Cerita Sedih ABK WNI: Makan Ikan Sebulan Hanya 2 Kali hingga Minum dari Sulingan Air Laut
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri ada sekitar 2,9 juta WNI yang tinggal di luar negeri, dimana 9.404 diantaranya merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai awak kapal.
Direktur PWNI menyebut dari 9.404 ABK, kebanyakan bekerja sebagai awak kapal di kawasan Asia Timur dan Tenggara.
Judha menegaskan data tersebut merupakan data WNI yang aktif melapor diri di perwakilan RI.
“Untuk awak kapal itu adalah data yang melakukan proses sign on dan sign off diperwakilan RI. Jadi kita perlu tempatkan pada konteksnya,” katanya.
Kemlu RI mengakui banyak PMI, khususnya ABK WNI yang tidak melakukan lapor diri sehingga tidak tercatat di Kementerian lembaga terkait di Indonesia.
“Ketika kita bicara mengenai awak kapal, ada dua yaitu awak kapal niaga dan awak kapal perikanan. Tantangan terbesar tentunya adalah banyak warga negara kita yang bekerja sebagai awak Kapal Perikanan bekerja ke luar negeri tidak melalui prosedur,” lanjutnya.
Hal itu menjadi tantangan bagi pemerintah, karena otomatis para ABK itu tidak mendapatkan pemahaman pengetahuan mengenai bagaimana bekerja di luar negeri dengan tepat, sehingga mudah ditipu dan rentan mendapatkan diskriminasi saat bekerja di kapal.
“Banyak yang tidak melakukan proses diri di perwakilan. Ini menjadi tantangan kita semua,” ujar Judha.