Ketika PA 212 dan PKS Kompak Menolak Prabowo Maju Lagi di Pilpres 2024
Peluang Prabowo kembali maju menjadi capres disampaikan Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
Meski demikian, Mardani mengatakan pihaknya akan berupaya untuk mencalonkan
capres yang berasal dari kader sendiri.
Meski saat ini, PKS masih akan membahas siapa kader yang layak maju dalam pilpres 2024.
"PKS akan membuat keputusan melalui Majelis Syuro. Tiap partai selalu berusaha memajukan kadernya," ucapnya.
"Tahun 2024 PKS akan berusaha mengusung kadernya sendiri. Tapi PKS belum akan
memutuskan dalam waktu dekat."
Tak hanya PKS yang enggan mendukung kembali Prabowo. Persaudaraan Alumni (PA)
212, kelompok-kelompok yang awalnya bergabung dalam Aksi 212 dan kemudoan
lantas ikut mendukung Prabowo pada Pilpres 2019, kini juga tak mau lagi mendukung
mantan menantu Presiden Soeharto itu.
Menurut Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif, Prabowo sudah selesai atau finis.
"Pilpres 2019 pengalaman sendiri bagi kami dan untuk perjuangan kami ke depan
bahwa Prabowo sudah finis. Biarkan saat ini Prabowo menikmati dan menyelesaikan
tugasnya sebagai Menhan," ujar Slamet, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis
(11/6/2020).
Ketimbang maju lagi sebagai capres, Slamet menilai Prabowo lebih baik menjadi
seorang negarawan dan membiarkan adanya calon presiden baru dan muda untuk
memimpin Indonesia.
"Cukuplah Prabowo di 2024 menjadi negarawan dengan memunculkan capres baru yang muda, karena kami yakin 2024 saatnya yang muda yang pimpin negeri. Apalagi umat punya catatan sendiri kepada Prabowo yang susah untuk dilupakan di 2019," kata dia.
Sulit Menang
Mengenai peluang Prabowo dalam Pilpres 2024, pengamat politik Universitas
Paramadina, Hendri Satrio, memprediksi akan sulit bagi Prabowo menang dalam
kontestasi tersebut.
"Ya mengagetkan juga kalau beliau (Prabowo) 2024 mau maju lagi. Tapi kalau prediksi saya sih akan sulit menang. Sulit ya, bukan nggak mungkin," ujar Hendri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (11/6/2020).
Hendri kemudian membeberkan analisisnya mengapa Prabowo sulit menang.
Salah
satu alasannya, karena keputusan Prabowo bergabung dengan koalisi pemerintah
dengan menjadi menteri pertahanan. Hendri menilai Prabowo akan kehilangan banyak suara akibat keputusannya tersebut.