Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tuntutan Satu Tahun Penjara Terhadap Penganiaya Novel Baswedan Mengoyak Rasa Keadilan

Tuntutan jaksa penuntut umum untuk terdakwa penyiram air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, telah mengoyak rasa keadilan masyarakat.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tuntutan Satu Tahun Penjara Terhadap Penganiaya Novel Baswedan Mengoyak Rasa Keadilan
TRIBUNNEWS/ILHAM RIAN
Tersangka RB yang ditangkap polisi dan disebut sebagai pelaku eksekutor penyiraman air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan, Sabtu (28/12/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Estu Dyah Arifianti, menyoroti upaya Jaksa Penuntut Umum yang menuntut dua terdakwa penganiayaan penyidik KPK, Novel Baswedan, satu tahun penjara.

Pada saat penuntutan, Jaksa menyebut Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider.

Pada pertimbangan tuntutan, Jaksa mengatakan, terdakwa tidak pernah memikirkan melakukan tindak penganiayaan berat, tetapi ingin memberi pelajaran namun berakibat di luar dugaan.

Upaya memberi pelajaran itu, karena Novel dinilai telah mengkhianati institusi Polri.

"Bisa dibilang pelaku melakukan penyiraman air keras dalam kondisi, dia memang menginginkan akibat itu terjadi," kata Estu, dalam sesi diskusi “Objektivitas Tuntutan Jaksa Dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Sabtu (13/6/2020).

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, itu menjelaskan, pada umumnya penganiayaan merupakan suatu perbuatan yang disengaja. Meskipun, kata dia, di Indonesia ada penganiayaan yang dilakukan tidak disengaja.

"Dalam konsep hukum pidana yang dilakukan terdakwa masuk penganiayaan. Penganiayaan itu dilakukan sengaja," kata dia.

Merujuk dari perkara penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, menurut dia, sejak awal kedua pelaku sudah mempunyai niat dan merencanakan untuk melukai berat mantan anggota Polri tersebut.

Baca: Witan Sulaiman Debut di Eropa, Jalani Laga Pertama dengan Radnik Surdulica

Berita Rekomendasi

Dia menilai, niat jahat pelaku untuk melakukan penyiraman sangat mudah untuk dibuktikan. Kedua pelaku, dia melanjutkan, melakukan pengamatan, menyiapkan air keras, dan menentukan hari dan waktu untuk melakukan penyiraman.

"Tindakan menyiram itu disengaja dan membutuhkan waktu persiapan dari pelaku untuk mempersiapkan air keras. Entah dalam bentuk larutan, spray, cairan," ujarnya.

Perbuatan penganiayaan itu mengakibatkan Novel mengalami luka berat.

Hal ini sesuai VISUM ET REPERTUM Nomor : 03/VER/RSMKKG/IV/2017 tertanggal 24 April 2017, yaitu mengalami penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, kerusakan pada selaput bening (kornea) mata kanan dan kiri yang berpotensi menyebabkan kebutaan atau hilangnya panca indera penglihatan.

"Jika, akibat itu muncul masuk ke luka berat, maka orang yang mempunyai niatan luka berat itu melakukan penganiayaan berat. Penganiayaan berat itu dikaitkan dengan akibat dari luka berat yang dilakukan. Jadi, sejak awal niatan melakukan atau melukai berat," tuturnya.

Merujuk pada Pasal 353 ayat 1 penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Baca: Waspada! Kesalahan saat Memasak Nasi Bisa Sebabkan Kanker, Ada Kandungan Logam Berbahaya

Pasal 353 ayat 2 bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 353 ayat 3 bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

"Di Pasal 353 menyebutkan penganiayaan dengan rencana ancaman pidana 4 tahun. Mengakibatkan luka berat paling lama 7 tahun. Ini (seharusnya,-red) menjadi dasar jaksa mengenakan (tuntutan,-red) kepada terdakwa. Ini tidak sesuai rasa keadilan," tambahnya.

Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik, R Yefta A Moenadjat, saat memberikan keterangan di perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (20/5/2020).
Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik, R Yefta A Moenadjat, saat memberikan keterangan di perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (20/5/2020). (Tribunnews.com/ Glery Lazuardi)

Mengoyak Rasa Keadilan

Sementara anggota DPR RI Komisi III, Habib Aboe Bakar Al Habsyi menyatakan, tuntutan jaksa penuntut umum untuk terdakwa penyiram air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, telah mengoyak rasa keadilan masyarakat.

Sebab, jaksa penuntut umum beralasan terdakwa tidak sengaja melukai mata Novel.

"Mendengar tuntutan satu tahun untuk penyerang Novel dengan alasan tidak sengaja melukai mata, ini sangat mengoyak rasa keadilan masyarakat. Seolah tindakan para penyerang Novel ini bisa dimaklumi dengan alasan ketidaksengajaan," kata Habib Aboe kepada wartawan, Sabtu (13/6/2020).

Baca: Kak Seto Tertawa Disebut Komentari Obrolan Krisdayanti dan Deddy Corbuzier dan Sebut Raul Gonzales

Politikus PKS ini mengingatkan, dalam teori ilmu hukum pidana dikatakan 'tiada pidana tanpa kesalahan' atau 'geen straf zonder schuld'.

Kesalahan, kata dia, dapat berupa dua dimensi, yakni pidana kesalahan akibat 'kesengajaan' (dolus) dan 'kelalaian'.

"Jadi jika dikatakan tindakan penyiraman ini tak sengaja, seolah ingin menghilangkan unsur dolus dalam pidana," ucapnya.

Aboe mengatakan, seharusnya yang menjadi unsur penentu di sini adalah faktor niat batin (mens rea) dari para pelaku. Menurutnya, para pelaku yang membawa air keras pada suatu subuh dengan menarget Novel adalah indikasi kuat mens rea mereka.

"Apa memang ada penyiraman air keras dikakukan dengan tanpa sengaja? Ini kan bahasa sangat sederhana, masa ada istilah 'menyiram' tanpa sengaja," ujarnya.

"Bahwa secara sadar mereka melakukan perbuatan penyerangan terhadap Novel dengan alat air keras," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia meminta Jaksa Agung Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung dan Jaksa Agung ST Burhanuddin perlu memberikan atensi pada kasus ini.

Baca: Beredar Video Ricuh di Depan Mapolsek Cempaka Putih Jakarta Pusat, Kapolres: Tak Ada Tawuran

"Publik berhak tahu kenapa tuntutan kepada pelaku penyerangan penegak hukum bisa seperti itu. Jangan sampai nanti menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesi," katanya.

Sebelumnya, JPU meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan hukuman penjara satu tahun terhadap dua terdakwa penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Jaksa menyebut, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Majelis Hakim menghadirkan Novel Baswedan sebagai saksi utama dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Tribunnews/Herudin
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Majelis Hakim menghadirkan Novel Baswedan sebagai saksi utama dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)

Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," ucap Jaksa dalam tuntutannya.

Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut hal yang memberatkan bagi para terdakwa adalah perbuatan mereka telah mencederai kehormatan institusi Polri.

Sedangkan hal yang meringankan mereka belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya, kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.

Pembacaan surat tuntutan terhadap kedua terdakwa dilakukan secara terpisah. Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca: 5 Patung Tokoh Dunia Dirusak Massa Saat Unjuk Rasa George Floyd

Rekam Jejak RF

Para jaksa yang memberikan tuntutan satu tahun penjara bagi dua terdakwa penyerangan air keras pada Novel Baswedan kini menjadi sorotan.

Sosok jaksa yang menjadi sorotan tersebut di antaranya, jaksa RF. Menengok ke belakangan, rekam jejak RF sempat menuai kontroversi.

Tahun 2016 silam, yang bersangkutan ‎dengan lantang berteriak menyuarakan rapatkan barisan dan membela adanya dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan penyidik KPK saat menggeledah Kejati Jawa Barat.

Ini terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada dua jaksa di Kejati Jabar terkait suap korupsi dana BPJS oleh Bupati Subang, Ojang Suhandi.

RF menyayangkan penggeledahan yang tidak ada surat perintah dan berita acara.

RF berkicau di akun Facebook-nya banyak kasus korupsi lainnya dengan nilai kerugian negara jauh lebih besar, triliunan rupiah tapi tidak "tersenggol" oleh KPK, justrus kasus kecil diprioritaskan.

"Kemana Century, BLBI, Hambalang, e-KTP, yang ratusan triliun, ngapain Operasi Tangkap Tangan kecil2, kalo jenderal bilang lawan, kita suarakan lebih keras perlawanan dan rapatkan barisan," tulis RF yang dipostingnya Selasa (12/4/2016). Kicauanya ditulis dengan tagar safe Jaksa‎.

Hal lainnya, RF juga mengundang kontroversi dalam menjalankan tugasnya karena menuntut bandar narkoba hanya dengan pidana 18 bulan penjara.

Baca: Artis dan dan Sutradara Jerry Lawalata Terjerat Narkoba, Urin Positif, Sudah 4 Tahun Konsumsi Sabu

Menyikapi ini, ‎Komisioner Komisi Kejaksaan RI (KKRI) penanggung jawab bidang laporan dan pengaduan masyarakat, Ibnu Mazjah menyatakan bakal menelurusi hal tersebut.

"Tentu akan kami telusuri, adanya informasi itu bisa menjadi rujukan bagi KKRI melakukan tindaklanjut pengawasan dengan melakukan pemeriksaan atau inspeksi kasus," tutur Ibnu Mazjah saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (13/6/2020).

Nantinya, kata Ibnu, hasil penelusuran KKRI akan diputuskan apakah ditindaklanjuti oleh KKRI atau diteruskan kepada Jaksa Agung untuk dilakukan tindaklanjut oleh pengawasan (internal) ‎kejaksaan.

Novel Baswedan
Novel Baswedan (Tribunnews.com/Glery Lazuardi)

Sebelumnya Inbu Mazjah juga menyatakan KKRI akan menyampaikan rekomendasi terkait upaya pengawasan selama persidangan penyiraman air keras, yang dialami Novel Baswedan.

Pihaknya menjelaskan, dalam setiap permasalahan yang ditangani oleh KKRI akan dihasilkan rekomendasi. Di kasus penganiayaan Novel Baswedan, permasalahannya ialah tuntutan yang dinilai tidak merefleksikan keadilan.

KKRI juga memahami adanya kegelisahan masyarakat terkait tuntutan pidana terhadap terdakwa dalam perkara tersebut. Rekomendasi akan dikeluarkan sete‎lah kasus ini divonis majelis hakim. (glery/theresia/tribunnetwork/cep)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas