LPSK Kabulkan Permohonan Perlindungan 14 ABK Kapal Loxing 629
LPSK telah beri perhatian sejak kasus ini mencuat ke publik serta intens membangun komunikasi dengan Bareskrim Polri
Penulis: Mafani Fidesya Hutauruk
Editor: Malvyandie Haryadi
Ke 14 ABK ini sebelumnya adalah 1 rombongan dari 22 ABK WNI yang bersama-sama menjadi ABK Kapal Longxing 629 pada awalnya. Namun 2 ABK dipindahkan ke kapal Longxing 630, dan 1 ABK meninggal di Kapal Longxing 629.
Setelah itu 19 ABK meminta untuk dipulangkan, kemudian dipindahkan ke Kapal Longxing 802 yang menuju ke Samoa, diperjalanan itu 1 ABK meninggal, lalu 16 ABK dipindahkan ke Kapal Tian Yu 82 yang menuju Busan, sedangkan 2 ABK tetap melanjutkan perjalan menuju Samoa.
Dalam perjalan menuju ke Busan 1 ABK meninggal dunia karena sakit.
Akhirnya 15 ABK sampai di Busan dan menjalani karantina kesehatan, dalam karantina 1 ABK meninggal karena sakit.
Baca: LPSK: Permohonan Perlindungan Saksi dan Korban Naik di Tengah Pandemi Corona
Menurut Edwin, kasus ABK Kapal Longxing 629 ini menambah daftar korban TPPO yang mendapatkan perlindungan LPSK.
Dalam rentang waktu Januari – 8 Juni 2020, sebanyak 45 (empat puluh lima) orang terlindung LPSK korban TPPO yang berprofesi sebagai pekerja hiburan, buruh migran dan pekerja seks komersial, 28 orang diantaranya berprofesi sebagai ABK.
Pada kesempatan yang sama Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menyatakan kejahatan perdagangan orang mendapat atensi khusus dari LPSK. TPPO merupakan 1 dari 8 tindak pidana prioritas yang mandatkan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Pada 2018 terdapat 186 terlindung dari kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung di tahun 2019. Angka tersebut menempatkan kasus TPPO pada posisi empat besar jumlah terlindung LPSK setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM berat di tahun 2019” ujar Anton.
Bagi Anton, peristiwa yang menimpa 14 ABK Indonesia ini, semakin menegaskan maraknya kasus perdagangan orang pada sektor perikanan.
Kasus TPPO yang menyasar ABK bukan kali pertama ditangani LPSK. Setidaknya sejak 2013 hingga Juni 2020 terdapat 228 korban dari 11 kasus yang telah mendapatkan perlindungan oleh LPSK.
“Namun, angka ini diyakini bukan merupakan jumlah keseluruhan dari korban dalam peristiwa serupa yang terjadi” kata Anton
Dari pengalaman LPSK menangani kasus TPPO yang menimpa ABK, ditemukan fakta banyaknya perlakukan tidak manusiawi yang dialami oleh para korban.
Biasanya korban mengalami penipuan dalam proses rekrutmen, pemalsuan identitas, jam kerja yang melebihi aturan, penganiayaan, gaji yang tidak layak, hingga penjeratan hutang.
Secara umum, dalam kasus tindak pidana perdagangan orang seperti ini, LPSK memiliki beragam program perlindungan yang dapat diakses korban.