Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Kasus Novel, Tuntutan JPU Bukan Akhir dari Hukuman Pidana, Hakim yang Menentukan

"Hakim yang diberi wewenang memutus suatu sanksi sesuai alat bukti dan keyakinan majelis hakim," katanya

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Soal Kasus Novel, Tuntutan JPU Bukan Akhir dari Hukuman Pidana, Hakim yang Menentukan
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Dua tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan, berinisial RM dan RB dibawa petugas untuk dilakukan penahanan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12/2019). Kuasa hukum terdakwa menilai 1 tahun tuntutan jaksa terhadap kliennya terlalu berat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat menyoroti Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman pidana penjara selama satu tahun kepada Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, terdakwa penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.

Sebagian masyarakat menilai upaya tuntutan tersebut tidak mencerminkan keadilan.

Baca: Ilmuwan Inggris Klaim Dexamethasone Dapat Kurangi Risiko Kematian Pasien Covid-19

Hal ini, karena aksi penyerangan itu telah mengakibatkan Novel Baswedan kesulitan untuk melihat.

Praktisi Hukum, Aldo Joe, mengatakan tuntutan yang dilayangkan Jaksa bukan akhir hukuman pidana.

Merujuk Pasal 1 ayat 8 dan 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang mengadili.

"Hakim yang diberi wewenang memutus suatu sanksi sesuai alat bukti dan keyakinan majelis hakim yang memeriksa perkara. Hakim dapat memutus secara bebas, seperti memutus lebih tinggi dari apa yang dituntut atau sebaliknya," kata dia, di diskusi virtual, Rabu (17/6/2020).

BERITA REKOMENDASI

Sementara itu, kata dia, merujuk Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum.

Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

"Di proses penanganan pidana, penetapan JPU ditentukan pimpinan pada Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi hingga Kejaksaan Agung sedangkan dalam penuntutan, dibentuklah tim JPU," kata dia.

Adapun mengenai tinggi rendahnya tuntutan merupakan keputusan tim Jaksa yang terdiri dari JPU Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Negeri terkait sesuai porsi masing-masing, yang mana bukan keputusan salah satu anggota Jaksa.

Rencana penuntutan pun berjenjang, mulai dari JPU kepada Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) kemudian Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) hingga Kejagung (Kejaksaan Agung) sesuai jenjangnya.


"Bahkan khusus perkara penting-atensi publik, tuntutan ditentukan hingga pucuk pimpinan, hingga Jaksa Agung. Dengan begitu, dapat dikatakan serangan terhadap Fedrik salah alamat dan sasaran," ujarnya.

Namun, fenomena yang terjadi justru kini masyarakat menyerang penegak hukum.

Tidak hanya ruang lingkup kasus yang tengah ditangani, tetapi merambah kepada kehidupan pribadinya.

Dia menyayangkan hal itu mengingat serangan secara langsung menyudutkan aparat penegak hukum.

Dia mengimbau agar cemoohan kepada Jaksa Fedrik Adhar Syaripudin yang menyidangkan perkara Novel diakhiri.

Baca: Ketua RT di Serpong Cerita Sosok Korban yang Digilir 8 Pria Hingga Kronologi Meninggalnya

Sebab, pernyataan di media sosial dalam bentuk apapun harus dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 sebagaimana perubahan dari UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Saya berharap masyarakat bisa lebih jeli mengutarakan pendapat. Dikarenakan masyarakat tidak paham, janganlah memposting ke ranah pribadi," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas