Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Denny Indrayana : Presidential Threshold Berpotensi Munculkan Calon Tunggal 

Selain itu, Denny juga mengatakan PT tak mendukung esensi diselenggarakan pemilu setiap lima tahun sekali.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Denny Indrayana : Presidential Threshold Berpotensi Munculkan Calon Tunggal 
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengungkap potensi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) dalam Pasal 222 UU 7/2017 untuk memunculkan calon tunggal

"Ini berpotensi memunculkan calon tunggal. Kalau kita bicara soal pemilu, ini kan pemilu langsung oleh rakyat akan direduksi dengan adanya PT," ujar Denny, dalam diskusi virtual bertema Ambang Batas Pilpres, Kuasa Uang dan Presiden Pilihan Rakyat', Jumat (19/6/2020).

Denny menyinggung makna kata 'pemilihan' dalam pemilihan umum. Pemilu presiden sendiri bertumpu pada 'pemilihan' secara langsung oleh rakyat, yang berarti harus ada lebih dari satu calon presiden. 

Baca: Denny Indrayana Sebut Hitungan PT Berdasar Hasil Pemilu DPR Sebelumnya adalah Irasional

Namun Pasal 222 UU 7/2017 dinilai Denny membuka peluang bagi terjadinya calon tunggal dalam pemilihan presiden. 

Diketahui, isi Pasal 222 UU 7/2017 yaitu 'Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi di DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya'. 

Baca: LIPI : Penerapan Presidential Threshold Tak Dewasakan Partai Politik

"Potensi hadirnya capres tunggal juga menutup ruang dilaksanakannya pilpres putaran kedua yang diatur dalam Pasal 6A ayat (3) dan (4) UUD 1945," kata dia. 

Berita Rekomendasi

Selain itu, Denny juga mengatakan PT tak mendukung esensi diselenggarakan pemilu setiap lima tahun sekali. 

Menurutnya, dilaksanakannya pemilu setiap lima tahun sekali bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada rakyat pemilih untuk memperbaharui mandatnya kepada eksekutif (presiden) atau legislatif (DPR, DPD, DPRD). 

Namun dengan PT dalam Pasal 222 UU 7/2017 yang membuat hasil pemilu lima tahun sebelumnya digunakan sebagai pijakan akan membuat tidak relevan. 

Alasannya, kata Denny, nantinya partai yang bisa mengajukan calon presiden di pilpres mendatang bisa saja kinerjanya tengah buruk. Akan tetapi tetap bisa mengajukan. 

"Tidak memungkinkan bagi rakyat mengubah preferensi 5 tahun yang lalu, mungkin ada partai yang 5 tahun lalu didukung tapi sekarang nggak (didukung) lagi karena kinerjanya buruk, tapi toh dia tetap bisa ajukan capres," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas