Negara Terancam Kehilangan PPh Badan Rp 2,6 Triliun, Kebijakan Rokok Murah Layak Dikoreksi
Potensi kehilangan PPh badan diperkirakan terus bertambah dari tahun ke tahun seiring keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai beserta HJE rokok
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
“Kebijakan ini membuat kas negara tidak optimal di saat pemerintah tengah mengejar penerimaan cukai yang lebih besar dari rokok,” katanya.
Tauhid menegaskan, cukai rokok masih menjadi anak emas pendapatan negara bahkan di tengah kondisi krisis dan negara yang membutuhkan dana segar sehingga peninjauan ulang kebijakan diskon rokok akan mengoptimalisasi penerimaan cukai rokok.
Tauhid menambahkan, selama ini pelaku praktik diskon rokok biasanya berasal dari perusahaan-perusahaan yang tingkat persaingannya besar. Jika pemerintah masih terus melegalkan sistem potongan harga ini, potensi kehilangan penerimaan negara akan makin tinggi.
Itulah sebabnya dia menilai bahwa penggolongan kluster usaha pada industri rokok harus menjadi pertimbangan agar usaha kecil dan usaha menengah tidak mati karena harus menghadapi perusahaan besar.
Baca: Sopirnya Pukul Staf Hotel, Anggota DPRD Jabar Minta Maaf, Ungkap Permintaan, Proses Hukum Berlanjut
Baca: Hubungan Dua Korea Makin Panas, Menteri Unifikasi Korea Selatan Mundur
Baca: Video KO Brutal yang Mengerikan Saat Petarung UFC Bikin Lawannya Semaput, Mengerang Kesakitan
“Golongan kecil ini kan jalurnya sempit dan lama-lama bisa rugi ya, kita harus melihat celah ini dalam aturan tersebut,” ujar Tauhid Ahmad.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka Kusumawardani, menyatakan bahwa ketentuan HTP sebesar minimal 85 persen dari HJE pada PMK 152/2019 sesungguhnya tidak bertujuan untuk mendiskon rokok.
“Sebenarnya kita perlu meluruskan bahwa diskon rokok bukan terminologi yang tepat. Pengaturan tersebut adalah refleksi dan pertimbangan bahwa ada rantai proses produsen ke konsumen yang membutuhkan biaya, sehingga pemerintah mengatur harga HTP bisa di bawah HJE,” kata Pande.
Terkait dengan dasar toleransi 50 persen area pengawasan pada Perdirjen BC 37/2017, Pande Putu Oka menyatakan, semua masukan tentunya akan ditinjau apakah mekanisme ini masih berjalan tepat di lapangan atau masih memerlukan penyesuaian.
“Kami akan mempertimbangkan secara serius mengenai masukan atau aspirasi dari semua pihak mengenai kebijakan cukai tembakau, termasuk juga mengenai PMK Nomor 152/2019 maupun Perdirjen 37/2017,” ujar Pande Putu Oka.