UPDATE Kontroversi RUU HIP, DPR Janji Hentikan Pembahasan, GNPF: Kami Tahu Siapa Inisiatornya
Polemik terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) masih terus berlanjut.
Penulis: Daryono
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Polemik terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) masih terus berlanjut.
Hari ini, Rabu (24/6/2020), massa dari sejumlah elemen yang mengatasnamakan Aliansi Nasional Anti-Komunis menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI.
Mereka meminta agar RUU HIP dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Di sisi lain, sejumlah tokoh, termasuk Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi tanggapan terkait RUU kontroversial ini.
Berikut rangkuman terkini polemik RUU HIP:
1. Dikhawatirkan Pancasila akan menjadi Ekasila atau Trisila
Massa Aliansi Nasional Anti-Komunis menolak RUU HIP karena menilai RUU tersebut akan mengganggu ideologi Pancasila.
Karena itu, mereka melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU HIP di depan Gedung DPR/MPR RI.
"Mereka mengklaim RUU HIP bila disahkan nanti akan mengganggu Pancasila menjadi Ekasila atau Trisila saja," ujar jurnalis Kompas TV Jonah Hamonangan melaporkan langsung aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
"Mereka mengklaim ini tidak sesuai dengan adanya ideologi Pancasila," kata Jonah.
Massa berdemo sejak pukul 13.00 WIB.
Baca: Ada Aksi Tolak RUU HIP Depan Gedung DPR, Lalu Lintas Kendaraan Dialihkan ke Jalur Busway
2. Pimpinan DPR Temui Massa
Tiga Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Rachmat Gobel menemui perwakilan massa yang melakukan aksi demonstrasi menolak RUU HIP.
Perwakilan massa itu diantaranya Ketua GNPF-Ulama Yusuf Martak, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, dan Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis serta sembilan perwakilan ormas lainnya.
Pertemuan tersebut digelar sekira 20 menit dan berlangsung secara tertutup di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Ditemui usai pertemuan, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menyatakan DPR berkomitmen untuk menghentikan pembahasan RUU HIP melalui mekanisme persidangan yang ada di DPR.
Namun, saat ini DPR sedang menunggu surat resmi pemerintah yang telah bersikap menunda pembahasan RUU HIP.
"Kita telah menerima dari Aliansi Nasional Anti Komunis. Tadi sudah berdiskusi panjang lebar masukan-masukan dari para tuan guru dan tokoh masyarakat kami tampung dan kami berkomitmen akan melakukan penyetopan ini tentu melalui mekanisme. Mekanisme itu akan kita lalui secara tata tertib dan mekanisme yg ada di Undang-undang dalam DPR," kata Azis Syamsuddin.
Baca: Mahfud: Pemerintah Tidak Bisa Cabut RUU HIP
Dalam pertemuan tersebut juga DPR menerima masukan terkait pasal-pasal kontroversial dalam RUU HIP.
Karena itu, Azis Syamsuddin memastikan DPR akan menyerap aspirasi penolakan RUU HIP dan akan dibawa dalam Bamus dan rapat paripurna DPR
"Mudah-mudahan ini masukan masukan yang berkaitan pasal-pasal kontroversial tadi disampaikan oleh teman-temab, kawan, guru dan tokoh masyarakat berkaitan dengan pasal 5 ayat 1, dan pasal 7 kita akan menjadi suatu catatan yang underline dan berkomitmen insyaAllah ini akan kita setop," ucapnya.
"Posisinya sekarang lagi di pemerintah tentu pada saat pemerintah mengambil sikap yang telah disampaikan oleh Pak Mahfud MD Menkopolhukam kan telah menyatakan itu di setop. Nanti surat itu akan menjadi mekanisme pembahasan di DPR sesuai tatib nanti kita akan melalui mekanisme rapat pimpinan kemudian Bamus bawa ke paripurna untuk melakukan komitmen untuk melakukan penyetopan ini," tambahnya.
3. GNPF Minta Penghentian Pembahasan RUU HIP
Ditemui setelah bertemu pimpinan DPR, Ketua GNPF Yusuf Martak menyatakan tuntutan aksi tidak hanya meminta penundaan tapi juga menghentikan pembahasan RUU HIP.
Ia memastikan bahwa publik terutama massa yang tergabung dalam Aliansi Anti Komunis akan mengawal perkembangan RUU HIP.
"Bukan hanya sekadar menunda dan alhamdulillah pada akhir pembicaraan para wakil DPR menyatakan akan berjanji akan menghentikan pembahasan itu walaupun dengan mekanisme yang ada," kata Yusuf.
"Karena sekarang ada di pemerintah, nah lucunya beberapa hari lalu pemerintah menyatakan ada di DPR nanti kalau sudah masuk ke pemerintah nanti pemerintah akan menunda, jadi masih mau main kucing-kucingan. Jadi insyaAllah kami melek, kami sudah tahu semua dan kami sudah tahu siapa-siapa inisiatornya, InsyaAllah kami tidak akan menghentikan dan kami akan mengawal terus," ujarnya.
4. Kata Pakar soal RUU HIP
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengkritik DPR yang mengusulkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Margarito Kamis menilai adanya RUU HIP adalah cara untuk mereduksi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Jangan-jangan ini cara mereduksi Pancasila, sekali lagi ini kan diletakkan dengan undang-undang yang menjadi objek mulia," kata Margarito Kamis dalam webinar bertema 'RUU HIP, Dalam Perspektif UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945', Rabu (17/6/2020).
Margarito Kamis beralasan RUU HIP ini membuka ruang hidupnya ideologi lain karena tidak dimasukannya TAP MPRS XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Baca: Jazuli Berencana Polisikan Penyebar Pemalsuan Tanda Tangan Fraksi PKS dalam Draf RUU HIP
Menurutnya, TAP MPRS XXV/1966 merupakan hal fundamental sebagai pijakan dari RUU HIP ini.
"Jadi jangan-jangan RUU HIP ini adalah cara menyediakan pintu masuk kecil untuk mereduksi Pancasila," ujarnya.
Namun, ia juga menyoroti dominasi perbincangan TAP pelarangan PKI dan ajaran Komunisme itu.
Menurutnya, hal itu menenggelamkan semua kalangan ke dalam, seolah-olah TAP itu adalah satu-satunya TAP, yang relevan untuk diperbicangkan. Ketetapan
Padahal, kata Margarito, ada ketetapan lain yang berhubungan dengan RUU HIP, namun banyak dilupakan orang.
Yaitu TAP MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966 Tentang Pembentukan Panitia Peneliti Ajaran-Ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Ketetapan ini ditetapkan pada tanggal 5 Juli 1966. Tanggal yang sama dengan ketetapan MPR Nomor XXV itu.
Hasil kerja Panitia, menurut pasal 3 TAP ini harus menyampaikan laporannya ke Badan Pekerja MPRS untuk mendapatkan persetujuan, sambil menunggu pengesahan oleh MPRS atau MPR hasil pemilihan umum yang akan datang
Namun, Margarito tidak mendapat informasi apakah ada laporan kepada MPR yang bersidang pada tahun 1973.
"Apakah benar-benar dilakukan penelitian, dilaporkan ke BP MPRS, juga tidak jelas. Tidak dapat berspekulasi, tetapi kenyataan terferifikasi menunjukan pada Sidang Umum MPR tahun 1973, juga tak dikeluarkan ketetapan tentang pengesahan laporan itu," ucapnya.
Atas kenyataan itu, Margarito berpendapat ada dua masalah.
Pertama, apa dan bagaimana ajaran Bung Karno.
Mana yang dinyatakan dikoreksi atau yang tidak dikoreksi.
Sebagai konsekuensi tidak ada laporan itu, maka tidak seorang pun yang dapat secara otoritatif menyatakan ajaran Bung Karno bagian ini atau itu sebagai ajaran, setidak-tidaknya tidak bisa dikembangkan.
Baca: Tanda Tangan Fraksi PKS Dipalsukan dalam RUU HIP, Jazuli : Ada Yang Tidak Nyaman
Kedua, kata Maragarito, tidak adanya ajaran Bung Karno Pimpinan Besar Revolusi yang dikoreksi secara hukum, dan dinyatakan secara hukum.
Misalnya, tidak bisa dikembangkan, maka konsekuensi hukumnya tidak ada ajaran Bung Karno yang terlarang untuk dikembangkan.
Konsekuensi ini menghasilkan kabut hitam tebal untuk dua hal.
"Bagaimana memastikan secara spesifik ajaran bung Karno? Bagaimana memastikan secara spesifik cara mengembangkannya? Ini adalah dua kabut tebalnya. Pada titik ini, beralasan untuk menempatkan RUU HIP sebagai cara mengembangkan ajaran Bung Karno. Cara yang kehebatannya terlegitimasi secara rapuh dengan hukum," katanya.
5. Kata SBY
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan tanggapan terkait polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) HIP.
Menurut SBY, dirinya mengikuti hiruk pikuk perdebatan soal RUU HIP.
Tak hanya itu, mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku telah membawa dan mengkaji RUU tersebut.
SBY mengatakan, ia telah memiliki pendapat dan pandangan atas RUU itu.
Namun, saat ini ia memilih menyimpan pendapatnya itu agar politik tak semakin memanas.
"Saya mengikuti hiruk pikuk sosial & politik seputar RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Saya juga sudah membaca & mengkaji RUU tsb. Tentu ada pendapat & tanggapan saya. Namun, lebih baik saya simpan agar politik tak semakin panas *SBY*," tulis SBY di akun Twitternya, @SBYudhoyono, Selasa (23/6/2020).
Baca: MKD DPR Tegaskan Perdebatan RUU HIP Harus Dihentikan
SBY kemudian mengingatkan agar pembicaraan mengenai RUU HIP dilakukan secara hati-hati.
Pasalnya, hal itu berkaitan dengan ideologi dan dasar negara yang jika keliru dampaknya akan sangat besar.
"Kita harus sungguh berhati-hati jika berpikir, berbicara & merancang sesuatu yg berkaitan dgn ideologi & dasar negara Pancasila. Apalagi jika menyentuh pula kerangka & sistem kehidupan bernegara. Kalau keliru, dampaknya sangat besar *SBY*," tulis SBY.
Di akhir cuitannya, SBY mengungkapkan memposisikan ideologi haruslah tepat dan benar.
Jangan sampai, lanjut SBY, hal itu berujung pada perpecahan bangsa.
"Memposisikan ideologi harus tepat & benar. Ingat, proses "nation building" & "consensus making" yg kita lakukan sejak tahun 1945 juga tak selalu mudah. Jangan sampai ada "ideological clash" & perpecahan bangsa yg baru. Kasihan Pancasila, kasihan rakyat *SBY*," tulisnya.
(Tribunnews.com/Daryono/Chaerul Umam) (Kompas.com/ Nursita Sari)