Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Wacana RUU PKS Ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020, Aktivis: Bentuk Pengabaian Wakil Rakyat

Wacana mengeluarkan RUU PKS dari dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 menuai kecaman.

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Soal Wacana RUU PKS Ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020, Aktivis: Bentuk Pengabaian Wakil Rakyat
Tribunnews/JEPRIMA
Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) berdemonstrasi menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). GEMAS mendesak pihak DPR khususnya Panja RUU PKS Komisi VIII agar segera membahas RUU P-S. Di dalamnya sendiri terdapat poin yang harus disahkan, yaitu menyepakati judul dan sistematika dari RUU PKS sendiri. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Wacana mengeluarkan Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PSK) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 menuai kecaman.

Diketahui usulan tersebut dikeluarkan oleh Komisi VIII DPR yang merasa kesulitan untuk merampungkan RUU ini.

Manager Divisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat (PPKBM) Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Solo, Fitri Haryani, memberikan pandangannya.

Menurut Fitri usulan yang berasal dari itu merupakan bentuk pengabaian tanggung jawab wakil rakyat.

Utamanya komitmen keadilan bagi para korban kekerasan sekusal yang ada di Indonesia.

"Dari pernyataannya bisa sampaikan bahwasanya itu alasan bagian dari pengabaian tanggung jawab wakil rakyat dan juga perwakilan negara," kata Fitri kepada Tribunnews, Rabu (1/7/2020).

Fitri menyarankan jika Komisi VIII DPR merasa kesulitan dapat melibatkan pihak lain untuk menyelesaikan RUU PKS.

Baca: Wakil Ketua DPR Tanggapi Usulan Komisi VIII soal RUU PKS, Sebut Sudah Sepantasnya Ditarik

Berita Rekomendasi

"Kalau betul-betul memiliki komitmen atas keadilan bagi korban, terutama korban kekerasan seksual, semestinya sebagai upaya untuk pemahaman substansi kalau mengalami kesulitan bisa konsultasi dengan pakar hukum maupun akademisi, juga melakukan public hearing atau debat terbuka."

"Jadi menurut saya itu hanya alasan yang tanpa dasar saja," tegasnya.

Fitri juga ikut mengomentari alasan Komisi VIII DPR ingin mengeluarkan RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 tidak memiliki alasan yang kuat.

Ia meminta Komisi VIII DPR untuk bisa menghitung dampak ekonomis dan psikologis dalam satu penangan kasus kekerasan seksual yang terjadi.

"Yang kemudian mempengaruhi kualitas standar kehidupan Sumber Daya Manusianya."

"Menurut saya itu hanya alasan yang dibuat-buat saja karena tidak ada alasan yuridis historis maupun akademis yang disampaikan," urai Fitri.

Baca: RUU PKS Diusulkan Ditarik, Pimpinan DPR: Rasional Karena Tuai Polemik

Sejarah Panjang Aturan Kekerasan Seksual

Sejumlah perempuan dari Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) melakukan aksi damai saat Car Free Day di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (25/8/2019). Dalam aksinya, mereka mensosialisasikan dan mendorong pengesahan RUU PKS untuk menjamin perlindungan bagi korban-korban kekerasan seksual. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah perempuan dari Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) melakukan aksi damai saat Car Free Day di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (25/8/2019). Dalam aksinya, mereka mensosialisasikan dan mendorong pengesahan RUU PKS untuk menjamin perlindungan bagi korban-korban kekerasan seksual. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas