Ketua KPK: Penangkapan Buptai Kutai Timur dan Istrinya Bongkar Relasi Korupsi dan Nepotisme
KPK menduga, Ismunandar-Encek serta tiga pejabat dinas di Kutai Timur menerima suap dengan mengatur jatah proyek di wilayah yang mereka pimpin
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut penangkapan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Encek UR Firgasih membongkar kebiasaan buruk dinasti politik.
Seperti diketahui, pasangan suami-istri, Ismunandar dan Encek terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK karena diduga menerima suap.
Baca: Restoran Ini Disinyalir Tempat Operasi Tangkap Tangan Bupati Kutai Timur
KPK menduga, Ismunandar-Encek serta tiga pejabat dinas di Kutai Timur menerima suap dengan mengatur jatah proyek di wilayah yang mereka pimpin.
"Penangkapan tersangka korupsi di Kutai Timur membongkar relasi korupsi dan nepotisme," kata Firli saat dihubungi, Senin (6/7/2020).
"Ini membuktikan bahwa pengaruh kuat nepotisme terhadap korupsi. Kutai Timur contoh nyata nepotisme telah menyebabkan korupsi yang merugikan keuangan negara sangat terang benderang dan betapa lancarnya korupsi di Kutai Timur," sambungnya.
Komisaris jenderal polisi itu menjelaskan, politik dinasti berawal dari proyek yang disusun Pemkab Kutai Timur yang tentunya tak lepas dari kekuasan Ismunandar.
Kemudian, disetujui Ketua DPRD yang merupakan istri dari Ismunandar.
Lantas dicarikan rekanan yang merupakan tim sukses saat Pilkada Bupati Kutai Timur.
"Dan proyek dikerjakan Dinas PUPR dan Dinas Diknas. Bupati Kutim menjamin tidak ada relokasi anggaran di Diknas dan PUPR karena Covid-19 dan fee proyek ditampung oleh Kepala BPKAD dan kepala Bapenda untuk kepentingan Bupati Kutai Timur," ujar Firli.
Oleh karena itu, menurut Firli, dalam memberantas korupsi perlu andil peran dan dukungan semua pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, dan seluruh anak bangsa dalam perbaikan sistem secara menyeluruh.
"Sebagaimana yang pernah sering saya sampaikan di berbagai kesempatan bahwa korupsi terjadi karena banyak faktor dan tidak ada sebab tunggal orang melakukan korupsi," katanya.
Sehingga, bila kekuasaan eksekutif dan legislatif dikuasai oleh hubungan keluarga maka dapat diduga korupsi tidak bisa terelakkan.
Di samping itu, didorong oleh sistem yang sangat memungkinkan karena sistem yang memang tersedia.
"Korupsi tidak terlepas dari sistem sebagai penyebabnya. Untuk itu banyak hal bidang yang perlu dibenahi," Firli menegaskan.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu menguraikan, bidang-bidang yang perlu dibenahi pun meliputi sistem ekonomi, sistem tata niaga, sistem pelayananan publik, sistem pengadaan barang dan jasa, sistem perijinan, sistem rekruitmen, sistem impor-ekspor.
Baca: OTT KPK Atas Bupati Kutai Timur, Uang Suap Diduga untuk Biayai Pilkada 2020
Termasuk juga sistem politik dan sistem pilkada langsung yang perlu menjadi pemikiran semua pihak.
"Dan dalam hal pencegahannya, KPK sudah melakukan kajian terkait politik berintegritas termasuk pelaksanaan pilkada langsung," kata Firli.