Bongkar Aset Jiwasraya Rp 18,4 Triliun, Kinerja Jaksa Agung Perlu Diapresiasi
Karena kasus Jiwasraya ini disebut tergolong kasus yang rumit dan tidak mudah, tapi Jaksa Agung mampu menjalaninya dengan baik
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja Jaksa Agung sejauh ini sudah menunjukan komitmen serta konsistensinya dalam pengusutan kasus mega korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Hal itu dapat dilihat dari kerja keras aparat Kejaksaan dalam menyita berbagai aset terkait kasus korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya sebanyak Rp. 18,4 triliun.
Baca: Kejaksaan Agung RI Sita Aset Senilai Rp 18,4 Triliun Terkait Korupsi Jiwasraya
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Yenti Garnasih mengapresiasi kinerja Jaksa Agung karena sudah bekerja keras menyita aset yang terkait Jiwasraya.
Karena kasus Jiwasraya ini disebut tergolong kasus yang rumit dan tidak mudah, tapi Jaksa Agung mampu menjalaninya dengan baik.
“Apa yang dilakukan (sita aset) oleh Kejaksaan Agung sudah bagus, harus diapresiasi keberanian Jaksa Agung ini. Kemudian konteksnya berkaitan dengan orang-orang yang akan mengembalikan terkait Jiwasraya, cepet-cepat mengembalikan dengan suka rela, dan juga harus dicarikan pemikiran-pemikiran hukum yang seadil-adilnya,” kata Yenti, Rabu (8/7/2020).
Dari hasil penyitaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, ternyata nilainya lebih tinggi dari taksiran kerugian negara yang diungkapan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp. 16,8 triliun.
Yenti berpendapat hal itu disebabkan oleh keberadaan pasar modal yang fluktuatif.
“Sebetulnya kalau untuk kejahatan ekonomi itu tidak masalah karena penghitunganya bukan dari nilai kerugian saat kejahatan itu terjadi, tetapi menyita juga keuntungan atau bunga dari uang tersebut,” katanya.
Dalam konteks Hukum Pidana ekonomi, Yenti menjelaskan, memungkinkan sekali untuk menyita keuntungan-keuntungan yang didapat oleh pelaku kejahatan dari hasil pengelolaan uang negara yang sudah disalah gunakan.
“Konteks Hukum Pidana Ekonomi itu dimungkinkan sekali termasuk menyita keuntungan-keuntungan yang didapat oleh pelaku menggunakan uang hasil kejahatan dari negara dihitung sejak kejahatan itu terjadi,” ucapnya.
Yenti meminta penegak hukum agar bertindak cepat dalam menelusuri dan menyita aset para pihak yang terlibat dengan skandal pengelolaan investasi Jiwasraya, sebab uang itu harus dikembalikan kepada yang berhak.
“Para penegak hukum harus memberikan efek jera kepada para pelaku, apa yang mereka lakukan sebenarnya adalah tindak puncucian uang," jelas Yenti.
Sebagaimana diketahui, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Ali Mukartono menyatakan Kejagung telah menambah jumlah nilai aset yang berhasil disita terkait korupsi di PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 18,4 triliun.
"Penyidik berhasil menyita aset berupa tanah, mobil, uang, saham, dan sebagainya. Kalau ditaksir senilai Rp 18,4 triliun," kata Ali di Kantor Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Ali mengatakan kerugian negara dalam kasus korupsi Jiwasraya sebagaimana diungkap Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sejatinya hanya Rp 16,8 triliun. Sementara itu, hasil sitaan yang ditindak oleh Kejaksaan Agung RI lebih dari taksiran dari BPK.
Menurutnya, hal tersebut sengaja dilakukan oleh penyidik untuk mengantisipasi fluktuasi saham dan aset yang bergerak. Tujuannya untuk meminimalisir kerugian negara dalam kasus tersebut.
"Kelihatannya ini berlebih dari kerugian negara. Memang sengaja penyidik melakukan itu karena ada saham yang sifatnya fluktuatif. Masih berlaku di pasar," ungkapnya.
Baca: Polis Nasabah Jiwasraya Akan Dinegoisasi Ulang
Ali melanjutkan penyitaan itu tidak lain untuk mengedepankan hak terkait pengembalian dana para nasabah Jiwasraya.
"Niat baik penyidik ini ujung-ujungnya harus memenuhi hak-hak dari nasabah. Sehari kemarin saja ada kerugian sekitar Rp 700 miliar sehingga barang bukti ini harganya fluktuasi. Dalam kerangka itu, meskipun ini tipikor tidak terkait nasabah. Kita berhadapan institusi negara sebagai korban, dalam hal ini adalah BUMN atau Jiwasraya," pungkasnya.