Jaksa Agung ST Burhanuddin: Saya Libas kalau ada Jaksa Terlibat
terpidana dua tahun penjara kasus hak tagih (cessie) Bank Bali yang telah menjadi buron selama 11 tahun, bisa secara mudah
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Nama Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin belakangan banyak disebut ketika Djoko Tjandra, terpidana dua tahun penjara kasus hak tagih (cessie) Bank Bali yang telah menjadi buron selama 11 tahun, bisa secara mudah masuk keluar wilayah Indonesia.
National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia mencabut red notice terhadap Djoko Tjandra, alasannya tidak ada up date dari Kejaksaan Agung terkait posisi hukum sang buron.
Terkait kasus masuk keluarnya Djoko Tjandra ke wilayah Indonesia, Polri memberi sanksi pencopotan dari jabatan sebanyak tiga perwira tinggi (dua orang brigadir jenderal dan seorang inspektur jenderal).Sang buron yang berstatus warga negara Papua Nugini tersebut kini diduga berada di Malaysia.
Baca: Kasus Djoko Tjandra: Disebut Nyaman di Malaysia, Langkah Polri hingga Jaksa Agung Tak Takut
“Memang kendalanya ada di negara lain yang membuat kami tidak bisa menjemput," ujar Burhanuddin, dalam wawancara eksklusif dengan tim Tribun Network, Senin (20/7).
Ia menegaskan terus berupaya menangkap Djoko Tjandra dan menghadapi oknum-oknum yang menjadi backing pengusaha tersebut. Berikut petikan wawancara dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Baca: Jaksa Agung Menilai OJK Gagal Mengawasi Jiwasraya
Bisa dijelaskan apa kendala Kejaksaan Agung menangkap Djoko Tjandra?
Kendalanya, ia ada di negara lain sehingga membuat kami tidak bisa menjemput. Saya mengharapkan tim pemburu koruptor. Itu yang saya harapkan karena sangat membantu untuk eksekusi.
Pendekatan diplomasi dengan Malaysia bagaimana?
Itu ranah di Pejambon (Kemenlu). Ranah kami di bidang yuridis. Tapi kan tidak begitu mudah negara yang dimaksud mau melepaskan buronan. Sampai saat ini kami belum bisa mengembalikan.
Pernah Anda melapor langsung kepada Presiden Joko Widodo soal Djoko Tjandra?
Ini kan perkara lama, jadi saya belum pernah bicara. Pak Presiden tidak mencampuri urusan hukum. Sama sekali tidak pernah.
Ada fakta penasihat hukum Djoko Tjandra bertemu dengan Kajari Jakarta Selatan. Bagaimana komentara Anda?
Saya tanya, tidak ada deal (kesepakatan) tertentu, tidak melakukan deal-deal dalam hal tertentu. Saya pikir, pengacara datang menemui Kajari itu kan hal biasa dalam proses penanganan perkara.
Jadi jangan dikonotasikan negatif kalau seorang pengacara ketemu Kajari. Dari hasil pemeriksaan tidak ada pelanggaran. Kalau memang ada, siapapun saya libas.
Polri menyatakan menghapus red notice Djoko Tjandra dengan alasan tidak ada up date dari Kejaksaan Agung. Bagaimana komentar Anda?
Saya tidak ingin menjawab itu. Yang saya inginkan adalah penyelesaian. Saya perintahkan biro hukum dan hubungan luar negeri untuk bicara soal red notice dengan Polri.
Ada tiga jenderal polisi dapat sanksi terkait kasus ini, Ketua IPW (Indonesia Police Watch) mengatakan ada bos besar di belakangnya. Bagaimana komentar Anda?
Kalau ada faktanya, ada datanya, saya tidak takut. Jangan hanya bicara tanpa data dan fakta. Sampai saat ini masalah itu masih ditangani pihak sebelah (Polri), saya tidak ikut-ikutan dulu.
Punya target membawa pulang Djoko Tjandra?
Saya bukan apa-apa. Target saya dapat mengeksekusi kasus ini.
Targetnya satu bulan, dua bulan, atau tiga bulan?
Itu yang masih kami diskusikan, saya tidak mau terjebak target saya sendiri. Yang utamanya bagi saya, saya akan kejar sampai dapat.