Pimpinan DPR Cari Jalan Keluar Soal Polemik Rapat Kasus Djoko Tjandra
Pimpinan DPR RI sedang mencari jalan keluar agar Komisi III DPR RI tetap bisa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) soal kasus Djoko Tjandra.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan DPR RI sedang mencari jalan keluar agar Komisi III DPR RI tetap bisa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama aparat penegak hukum membahas kasus buronan Bank Bali Djoko Tjandra di masa reses.
"Saat masa reses. Kita akan jalan keluarnya sehingga tidak ada prasangka buruk. Nanti kita akan pikirkan jalan keluarnya. Media massa dalam sehari atau dua hari akan tahu," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Dasco menilai RDP di masa reses sebagaimana diinginkan Komisi III DPR RI memang bertujuan baik.
Baca: Ungkap Kasus Djoko Tjandra, Polri dan KPK agar Bentuk Penyelidikan Gabungan
Namun, menaati tata tertib yang sudah disepakati Badan Musyawarah (Bamus) sebagaimana disampaikan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin juga memang betul.
"Untuk masalah RDP, teman-teman Komisi III itu tujuannya baik. Tapi kan ini ada tatib yang sudah diketok di Bamus dan disepakati teman-teman fraksi, termasuk komisi III. Saya lihat Pak Azis sudah menjelaskan di media dari kemarin sampai hari ini," ujarnya.
Terkait laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tentang dugaan kode etik Azis Syamsuddin, pimpinan DPR akan mengakomodir keinginan Komisi III DPR.
Baca: Wakil Ketua Komisi III DPR Sebut RDP Kasus Djoko Tjandra Masuk dalam Masa Sidang Mendatang
Tetapi juga menaati tata tertib yang telah disepakati.
"Sehingga prasangka untuk menghindari supaya tidak ada rapat pendalaman Djoko Tjandra dan lain-lain itu adalah dugaan yang tidak benar," ujar Wakil Ketua Umum Gerindra ini.
Dasco juga menegaskan bahwa tidak benar pimpinan DPR sudah mengizinkan RDP Komisi III dengan Kejaksaan, Polri, Imigrasi Kemenkumham di masa reses.
"Tidak benar itu. Saya bilang sesuai tatib itu (tidak menandatangani izin rdp saat reses) sudah benar, dan tujuan dari komisi III juga sudah benar," ucapnya.
Kata Pakar Hukum Tata Negara
Tindakan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin tidak menandatangani surat izin untuk Komisi III DPR menggelar rapat gabungan dengan aparat penegak hukum terkait kasus buronan Djoko Tjandra dinilai konyol alias tidak masuk akal.
Hal itu disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Ia mempertanyakan, bagaimana bisa situasi yang dianggap penting tidak mendapatkan persetujuan dari pimpinan DPR.
Baca: Kasus Djoko Tjandra: Disebut Nyaman di Malaysia, Langkah Polri hingga Jaksa Agung Tak Takut
"Saya kira jangan bikin kekonyolan lagi, karena tidak ada aturan yang tidak memberikan dispensasi untuk situasi yang krusial," kata Margarito Kamis.
Menurut Margarito Kamis, kasus Djoko Tjandra sangat penting untuk segera dibahas dan dituntaskan.
Mengingat, Djoko Tjandra telah menampar aparat penegak hukum hingga mengakibatkan tiga orang jenderal dicopot dari jabatannya.
"Kasus yang terjadi terhadap Djoko Tjandra itu sesuatu yang riil bukan dikarang-karang bukan sesuatu yang hipotetik, itu hal nyata. Karena nyata maka itu cukup menjadi alasan untuk menyampingkan ketentuan pembatasan rapat saat reses," ujarnya.
Baca: Sesalkan Keterlibatan Polisi Dalam Kasus Djoko Tjandra, Ahmad Sahroni: Cari Sampai Tertangkap
Atas dasar itu, kata Margarito, Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam harus segera menandatangani surat izin rapat gabungan Komisi III DPR dengan tiga institusi penegak hukum itu.
"Bagaimana ada suatu ketentuan yang tidak memiliki kekecualian pada situasi yang khusus. Bagi saya itu tidak masuk akal. Saya kira Azis harus segera menandatangani itu, dia harus berhenti menggunakan alasan tata tertib itu," ujarnya.
"Cara mereka berpikir itu salah, jadi tinggalkan sikap mereka itu dan ambil tindakan untuk segera rapat. Rapat itu harus dilaksanakan, justru alasan mereka tidak melaksanakan itu tidak masuk akal," imbuhnya.
Sebelumnya, Azis Syamsuddin mengatakan, alasan hingga saat ini surat tersebut belum ditandatangi karena tata tertib DPR dan putusan Badan Musyawarah (Bamus) yang melarang RDP pengawasan oleh komisi pada masa reses.
Baca: Polri Benarkan Brigjen Prasetijo Utomo Temani Djoko Tjandra di Dalam Pesawat Menuju Pontianak
"Tentunya saya tidak ingin melanggar Tatib dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13 yang menerangkan bahwa Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja,” kata Azis, melalui siaran pers, Sabtu (18/7/2020).
Diketahui, Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mengatakan, surat izin untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pengawasan terhadap mitra kerja itu telah dikirim ke pimpinan DPR sejak Rabu (15/7/2020).
Menurutnya, surat izin untuk menggelar RDP saat masa reses itu dilayangkan setelah Komisi III DPR menerima dokumen berupa surat jalan buronan Joko Tjandra dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Selasa (14/7/2020).
"Tentunya kami menganggap kasus ini bersifat super urgent sehingga berdasarkan mekanisme Tatib DPR, kami harus meminta izin kepada pimpinan DPR," kata Herman, ketika dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Jumat (17/7/2020).
Sayangnya, kata Herman, hingga saat ini surat tersebut masih tertahan di meja Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam. Sementara, Ketua DPR Puan Maharani telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP yang rencananya digelar Selasa (21/7/2020).
“Sebagai informasi, Ketua DPR telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut pada masa reses hari Selasa depan. Maka dari itu, Ketua DPR mendisposisi izin tersebut kepada Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam,” kata Herman.
"Informasi terakhir dari sekretariat, surat tersebut masih tertahan di Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam disebabkan ada putusan bamus yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses. Sampai saat ini saya juga masih menunggu untuk melihat salinan putusan bamus tersebut," kata Herman.
Untuk diketahui, bedasarkan Pasal 310 Tatib DPR, segala surat keluar/surat undangan rapat harus ditanda tangani oleh salah seorang pimpinan DPR atau Sekjen DPR atas nama pimpinan DPR.
“Jadi pimpinan DPR membagi tanda tangan sesuai dengan bidang kerja masing-masing," terang Herman.
Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, Komisi III DPR tetap berkomitmen untuk terus mengawasi aparat penegak hukum dalam penuntasan kasus buronan Djoko Tjandra. Ia memastikan, Komisi III tidak akan menunda-nunda pelaksanaan RDP tersebut.
"Sejak awal kami di Komisi III selalu berkomitmen mendukung kerja-kerja aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas. Maka dari itu, sejak awal Komisi III selalu concern terhadap kasus Joko Tjandra ini. Jadi sebaiknya teman-teman bisa bertanya ke Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam terkait kepastian RDP ini," pungkas Herman.