Pecandu Narkoba Dilarang Maju dalam Pilkada, Muhammadiyah: Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat
Muhammadiyah menyambut baik keputusan MK melarang pecandu narkoba berpartisipasi menjadi calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Muti mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
Putusan tersebut melarang pecandu narkoba berpartisipasi menjadi calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020.
"Muhammadiyah menyambut baik keputusan MK. Semoga bisa menjadi awal yang baik untuk pemberantasan narkoba di Indonesia. Saat ini Indonesia sudah darurat narkoba," ujar Abdul Muti ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (27/7/2020).
Abdul Muti menegaskan keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Baca: Pantau Kegiatan Coklit, Jajaran Komisioner KPU RI Blusukan ke Daerah Penyelenggara Pilkada
Karena itu, KPU sebagai penyelenggara Pemilu harus melaksanakan keputusan MK dan memastikan pelaksanaannya tidak bersifat formalitas.
"Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya, tidak ada proses hukum setelahnya dan harus dilaksanakan penyelenggara negara yang terkait," jelasnya.
Dia menyebut perlu ada penerbitan regulasi dan persyaratan khusus dengan berpedoman pada putusan MK agar putusan tersebut berjalan dengan baik.
Baca: PKB: Sebaiknya Wakil Machfud Arifin dari Nahdliyin untuk Hadapi Pilkada Surabaya
"Pemenuhan tiga syarat dalam keputusan MK tidak akan mudah dilaksanakan. Sehingga perlu ada regulasi dan persyaratan khusus yang ketat dan akuntabel," katanya.
Selain itu, menurutnya KPU bersama DPR dapat membuat aturan tambahan demi mencegah adanya penyalahgunaan narkoba oleh calon kepala daerah.
"KPU dan DPR dapat membuat aturan tambahan karena bebas narkoba merupakan persyaratan pencalonan. Jika ada kepala daerah yang terpilih terbukti menyalahkan gunakan narkoba, maka yang bersangkutan dapat diberhentikan dari jabatannya," katanya.
Diketahui, MK memutuskan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 pada Desember 2019 lalu. Putusan MK tersebut melarang pecandu narkoba maju di Pilkada.
Baca: Partai Demokrat Siap Bertarung Lawan PDIP di Pilkada 16 Wilayah
MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter.
Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga termasuk judi, mabuk, dan berzina.
Putusan Mahkamah ini berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela.