Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengarusutamaan Pancasila Belum Maksimal

Profesor Tuan Guru Syaiful Rachman menilai permasalah tersebut karena pengarusutamaan Pancasila belum dilakukan secara maksimal.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengarusutamaan Pancasila Belum Maksimal
Kompas.com
Ilustrasi: Patung Garuda Pancasila. 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Arus informasi di era serba digital saat ini sangat cepat.

Namun, pemahaman terhadap Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia masih sangat minim.

Profesor Tuan Guru Syaiful Rachman menilai permasalah tersebut karena pengarusutamaan Pancasila belum dilakukan secara maksimal.

Pengarusutamaan atau pembumian Pancasila yang kuat di masa orde lama dan orde baru, hilang pasca reformasi.

"Kata kuncinya adalah pengarusutamaan, kita kan sudah terlena, jadi kalau masa orde baru itu doktrin, begitu kita era reformasi hilang semua," katanya di Menara Kompas, Jakarta, Sabtu (25/7/2020).

Pengarusutamaan atau pembumian Pancasila mulai dikenalkan lagi oleh Mantan Ketua MPR, almarhum Taufiq Kiemas yang menggaungkan 4 pilar kebangsaan yang diganti menjadi 4 pilar MPR RI, dengan Pancasila sebagai dasar.

Baca: Berkunjung ke Bogor, Wakil Ketua MPR Ajak Masyarakat Lestarikan Pancasila

BERITA TERKAIT

Karena itu menurutnya sekarang ini Pembumian Pancasila harus dilakukan terlebih dahulu, baik itu secara kultural maupun struktural.

Secara kultural di antaranya yakni melalui pendidikan atau kampus dan penelitian.

Sementara itu, secara struktural yakni melalui lembaga yang mengawal implementasi Pancasila tersebut.

"Jadi menurut kita dibutuhkan otoritas karena itu kita berharap BPIP kuat untuk mengarusutamakan Pancasila," katanya.

Pengarusutamaan Pancasila juga menurut dia, harus dilakukan di semua segmen.

Mulai dari kalangan bawah, menengah, hingga tinggi.

Baca: Penguatan BPIP dengan Payung Hukum Undang-undang Mendapat Dukungan Berbagai Pihak

Segmen usai muda dan tua, serta berdasarkan kelompok pekerjaan.

"Sehingga tidak terjadi misalnya penerimaan PNS, kalau masih ada ASN yang berpikir khilafah, bisa Kiamat Indonesia, maka harus dijaga Pancasila. Maka segmentasi ini penting, pengarusutamaan ke semua pihak, semua lini dengan segala program dengan metodenya," katanya.

Senada, Peneliti Indonesia Public Institute Karyono Wibowo mengatakan kurang lebih 20 tahun negara tidak hadir dalam pengarusutamaan Pancasila.

Baca: Pancasila Perekat Keberagaman dan Perdamaian Nusantara

Setelah TAP MPR nomor 2 tahun 1978 dicabut, konsekuensinya program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dihapus, dan Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dibubarkan.

"Setelah itu negara tidak hadir dalam penanaman nilai-nilai Pancasila," katanya.

Menurutnya harus ada lembaga yang kembali mengawal pengarusutamaan Pancasila tersebut sekarang ini.

Lembaga itu harus dibentuk undang-undang.

"Ini penting, kuat atau tidaknya pengarusutamaan dilihat dari payung hukum, karena kalau (dibentuk) melalu Keppres bisa dicabut kapan saja," katanya.

Menyesuaikan Zaman

Pembumian atau pengarusutamaan Pancasila harus mengikuti zaman agar berjalan dengan efektif.

Pembumian Pancasila harus mengikuti karakter masyarakat yang ada.

"Tentu setiap zaman, ada program yang mengikuti zaman itu. kalau generasi milenial maka tantangannya adalah digital sesuai dengan karakter dan platformnya," kata Profesor Tuan Guru Syaiful Rachman.

Sekarang ini menurutnya terdapat kurang lebih 120 juta generasi milenial atau yang berusia antara 15 sampai 35 tahun di Indonesia.

Karena itu, perlu disusun formulasi pengarusutamaan dan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada mereka melalui platform digital.

Baca: Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila Dapat Diwujudkan dalam Kedaulatan Pangan di Era Covid-19

Sementara itu Karyono Wibowo mengatakan tantangan pengarusutamaan atau pembumian Pancasila di era digital sekarang ini tidaklah mudah.

Mau tidak mau, penanaman nilai-nilai Pancasila ke depan harus menggunakan teknologi informasi berbasis digital.

Jargon dan dogma Pancasila sudah harus diperbaharui metode penyampaianya.

"Teknologi digital sebagai tool untuk menanamkan nilai nilai Pancasila pada generasi milenial, lebih melekat, edukatif, up to date, dan implementatif," katanya.

Karyono mengatakan nilai-nilai Pancasila harus terlebih dahulu dipahami, setelah itu baru dilaksanakan.

Agar masyarakat dapat memahami nilai nilai Pancasila maka diperlukan formula yang tepat, sehingga dapat menjangkau semua segmen, mulai dari kalangan birokrat, PNS, generasi tua dan generasi muda.

"BPIP harus membuat satu modul ya, Silabus, yang dibagi kepada beberapa segmen tadi. Harus ada metode penyampaian yang disesuaikan dengan era digital tadi, bagaimana membuat narasinya yang bisa dikonsumsi generasi muda," katanya.

Dengan modul tersebut pengenalan nilai nilai Pancasila disesuaikan dengan segmen.

Misalnya untuk generasi milenial penyampaiannya menggunakan gambar atau narasi sederhana yang tidak terlalu teoritis dan filosofis.

"Teori-teori itu disederhanakan dengan bahasa milenial. Sehingga esensi dan substansi nilai Pancasila lebih mudah dipahami. menurut saya nilai-nilai Pancasila itu tidak sulit diterjemahkan, tinggal pendekatannya saja yang harus disampaikan. Jangan model indroktinantif seperti masa orde baru," katanya.

Ia menyarankan kepada BPIP agar dalam membaut formula atau modul penanaman nilai-nilai pancasila, dilakukan riset terlebih dahulu. Baik itu melalui FGD, interview, atau riset kualitatif.

Riset melibatkan semua segmen masyarakat sehingga penyampaian nilai nilai Pancasila nantinya efektif.

"Misalnya kita ingin membuat suatu silabus materi tentang nilai nilai pancasila. Kita harus libatkan milenial, maunya gimana sih. Konten apa saja yang banyak disukai, yang like tinggi, apakah gambar, apakah narasi tulisan, kalau gambar-gambarnya seperti apa, narasi nya seperti apa. Supaya bisa lebih masuk. Saya kira riset ini penting untuk menyusun strategi penanaman nilai-nilai Pancasila," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas