Nurul Ghufron: Jangan Caci Maki KPK
banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi tidak semata-mata karena individu.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 memilih pendekatan pencegahan terkait penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Upaya pendekatan itu membuat KPK terlihat jarang melakukan kegiatan operasi tangkap tangan (OTT).
Hal ini membuat lembaga pimpinan Firli Bahuri itu dikritik sejumlah pihak.
Komisioner KPK, Nurul Ghufron, meminta agar tidak lagi menghina lembaga tersebut.
Baca: KPK: Politik Uang Masih Berpotensi Terjadi di Pilkada, Ini Alasannya
Menurut dia, upaya penegakan hukum dapat dilakukan melalui berbagai cara.
"Jangan mencaci-maki KPK, karena kok tidak tangkap (koruptor,-red) lagi. Kami menangkapi kalau nakal," ujar Nurul, dalam sesi diskusi Korupsi Dalam Pusaran Rekrutmen Kepemimpinan Politik, Sabtu (8/8/2020).
Pada saat ini, pihaknya berkonsentrasi membantu pemerintah membangun sistem politik sehingga melahirkan pemimpin berintegritas.
Sejauh ini, dia menilai, banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi tidak semata-mata karena individu.
Namun, kata dia, terdapat andil dari proses politik.
"Proses politik di Indonesia orang bagus, jelek kumpul. Proses politik rusak melahirkan 80 persen pemimpin yang kena KPK," kata dia.
Harapannya, dia menambahkan, setelah membangun sistem politik, maka pemimpin yang dilahirkan berintegritas dan tidak lagi melakukan perbuatan melanggar hukum.
"Sistem politik yang bagus menggunakan apapun mekanisme mencapai pemimpin yang bagus, yang integritas. Itu harapannya," tambahnya.