Resmi Bebas Murni, Ini Perjalanan Kasus Nazaruddin: Korupsi Wisma Atlet hingga Gratifikasi
Nazaruddin resmi bebas murni pada Kamis (13/8/2020) setelah tersandung dalam kasus korupsi wisma atlet hingga gratifikasi dan pencucian uang.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin telah resmi bebas murni, Kamis (13/8/2020).
Nazaruddin dinyatakan bebas murni setelah mendapatkan cuti menjelang bebas atau CMB.
Seharusnya, Nazaruddin bebas pada tahun 2025 mendatang.
Baca: Tersandung Korupsi, Nazaruddin Eks Bendahara Umum Demokrat Bebas, Ingin Bangun Masjid dan Pesantren
Diberitakan Kompas.com, selama CMB Nazaruddin tertib melakukan wajib lapor setiap satu minggu sekali.
Hingga Kamis, ia diketahui sudah melakukan lapor sebanyak sembilan kali.
Selama menjalani bimbingan, Nazaruddin selalu berkomunikasi dengan pembimbing kemasyarakatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan Madya Bapas Bandung, Budiana.
"Sampai terakhir hari ini sudah 9 kali lapor," terang Budiana.
"Selama menjalani bimbingan selalu komunikasi dengan PK," tambahnya.
Nazaruddin dipenjara setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi wisma atlet di tahun 2012 lalu.
Dilansir Kompas.com, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menjatuhkan vonis 4 tahun 10 bulan.
Serta diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta.
Baca: Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin Bebas Murni Hari Ini
Baca: BREAKING NEWS: M Nazaruddin Hari Ini Bebas Murni, Datangi Bapas Bandung Tadi Pagi
Vonis itu ditetapkan setelah Nazaruddin menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar.
Suap tersebut berupa lima lembar cek yang diserahkan oleh Manajer Perusahaan PT Duta Graha Indah (DGI), Mohammad El Idris.
Kemudian, cek suap diberikan kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.
Nazaruddin juga dinilai memiliki andil dalam membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Meski Pengadilan Tipikor sudah menjatuhkan putusan, Mahkamah Agung memperberat hukuman Nazaruddin.
Mahkamah Agung diketahui menambah hukuman semula 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara.
Selain itu, hukuman denda Nazaruddin juga bertambah menjadi Rp 300 juta.
Pembatalan putusan Pengadilan Tipikor setelah Mahkamah Agung menyatakan Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain korupsi wisma atlet, Nazaruddin juga menjadi tersangka setelah menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya.
Dikutip dari Kompas.com, Nazaruddin membantu dua perusahaan tersebut untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan.
Jumlah uang yang diterima oleh Nazaruddin sebesar Rp 40,37 miliar.
Baca: Video Dirut Inalum Diusir Anggota DPR RI Saat Rapat, Yunarto Wijaya Soroti: Adiknya Nazaruddin ya?
Baca: Penjelasan Menkumham Yasonna Laoly soal Remisi dan Cuti Menjelang Bebasnya Nazaruddin
Nazaruddin menerima gratifikasi saat masih sebagai anggota DPR RI.
Tak sampai di situ, Nazaruddin juga didakwa atas kasus pencucian uang.
Ia melakukan pembelian sejumlah saham di berbagai perusahaan dengan menggunakan uang dari hasil korupsi.
Nazaruddin membeli saham melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup.
Permai Grup diketahui merupakan kelompok perusahaan milik Nazaruddin.
Sumber keuangan Permai Grup disebutkan berasal dari bayaran pihak lain atas jasanya.
Kelompok perusahaan itu mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.
Setelah beberapa tahun menjalani hukuman, Nazaruddin bisa bebas lebih cepat karena justice collaborator.
Hal tersebut disampaikan oleh Kabag Humas dan Protokol Dirjenpas.
Dikutip dari Kompas.com, penetapan Nazaruddin sebagai justice collaborator berdasar pada surat nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 9 Juni 2014.
Baca: Bapas Bandung Terima Surat dari KPK yang Menyebutkan Nazaruddin Sudah Bekerja Sama
Baca: Nazaruddin Bebas, KPK Akui Tak Pernah Beri Status Sebagai Justice Collaborator
Hal itu sesuai dengan surat nomor R.2576/55/06/2017 atas nama Muhammad Nazaruddin tanggal 21 Juni 2017.
Meski demikian, penetapan Nazaruddin sebagai justice collaborator dibantah oleh pihak KPK.
Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri menyebutkan, KPK tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai justice collaborator.
Bahkan KPK telah menolak tiga kali permintaan asimilasi dan bebas bersyarat terhadap Nazaruddin.
Pengajuan tersebut terjadi sekira pada bulan Februari dan Oktober 2018, serta Oktober 2019.
"Perlu kami sampaikan terkait dengan perkara atas nama Muhammad Nazaruddin ini, KPK tidak pernah mengeluarkan penetapan yang bersangkutan sebagai justice collaborator," terang Ali Fikri.
Meski demikian, Ali Fikri menyampaikan KPK pernah menerbitkan surat keterangan kerja sama dengan Nazaruddin.
Surat keterangan kerja sama diterbitkan sebanyak dua kali, di tahun 2014 dan 2017 lalu.
Kala itu, Nazaruddin telah membantu mengungkap sejumlah perkara kasus korupsi.
Seperti kasus KTP elektronik di Kementerian Dalam Negeri, kemudian perkara wisma atlet Hambalang.
Hingga akhirnya, perkara korupsi dengan terdakwa Anas Urbaningrum beberapa tahun silam.
(Tribunnews.com/Febia Rosada, Kompas.com/Kontributor Bandung, Agie Permadi/Abba Gabrillin/Ardito Ramadhan)