Pemerintah Harap RUU Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa Bisa Masuk Prolegnas 2021
Setelah 10 tahun, sejak 2010, pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Martin Natalegawa telah menandatangani Konvensi tersebut.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM berharap Rancangan Undang-undang Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Kejahatan Penghilangan Paksa akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021.
Hal itu disampaikan Direktur instrumen HAM Kementerian Hukum dan HAM Timbul Sinaga dalam Webinar "Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional: Menagih Komitmen Negara untuk Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa" melalui aplikasi Zoom, Senin (31/8/2020).
Setelah 10 tahun, sejak 2010, pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Martin Natalegawa telah menandatangani Konvensi tersebut.
"Kita harapkan tahun 2021 Rancangan Undang-Undang itu bisa masuk DPR dan masuk prolegnas 2021," ujar Timbul Sinaga.
-
Baca: Terkait RUU Cipta Kerja, Politikus PKS Khawatir Terjadi Lonjakan Kasus Ijazah dan Sertifikat Palsu
RUU itu bisa masuk prolegnas 2021, kata dia, jika naskah akademik dan ijin prakarsa penyusun diberikan pada 2020.
"Jika naskah akademik bisa segera diselesaikan dan ijin prakarsa bisa segera didapat pada 2020, maka kita harapkan 2021 sudah bisa masuk prolegnas," jelasnya.
Dia menjelaskan, Kementerian Luar Negeri menjadi penanggung jawab (leading sector) Rancangan Undang-undang Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Kejahatan Penghilangan Paksa.
Lebih lanjut ia menjelaskan, sebenarnya pemerintah sudah merampungkan RUU tentang pengesahan ratifikasi konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Kejahatan Penghilangan Paksa pada awal 2013 lalu.
Kemudian RUU itu masuk ke DPR pada tahun yang sama.
Namun tahun 2014, kata dia, RUU ini diputuskan untuk ditunda.
"Itu menjadi keputusan saat itu," ucapnya.
Setelah keputusan itu, maka akan dilakukan pembahasan ulang mengenai RUU ini di Kementerian dan Lembaga. Kemudian proses pemuktahiran dokumen.
"Jadi ada hal-hal yang harus disesuaikan atau update sesuai perkembangan zaman," jelasnya.
Selanjutnya prosesnya berlanjut pada pemuktahiran izin prakarsa RUU.