Jakob Oetama dan Manuver Kelola Koran Daerah Hadapi Intervensi Harmoko
Dalam situasi seperti itu, hanya beliau lah, hanya Pak Jakob Oetama lah yang sangat menghargai kami.
Editor: Malvyandie Haryadi
Bagi Tribun Network, jasa almarhum luar biasa. Saya ambil contoh, untuk media-media Tribun Network,
saat ini, kita punya koran lebih 25 dan online lebih dari 50. Mari sejenak tengok waktu ke belakang,
kurang lebih 15 tahun yang lalu.
Saat itu, masih bernama Indopersda atau Pers Daerah. Ketika itu, performa Persda masih jelek.
Saya sebagai Direktur Kelompok, saat datang rapat ke kantor pusat Kompas Gramedia di Palmerah, rasanya malu hati. Sebab seakan-akan menjadi bahan ejeken. “Ini lho, yang habisi uang kita,” nada seperti itu sering muncul dari pimpinan Kompas Gramedia terhadap Persda.
Baca: Sultan HB X : Jakob Oetama Salah Satu Tokoh yang Punya Pengaruh Besar
Dalam situasi seperti itu, hanya beliau lah, hanya Pak Jakob Oetama lah yang sangat menghargai kami.
Beliau tidak melihat semata-mata angka-angka keuangan –seberapa besar laba-- yang dipresentasikan.
Ketika Persda masih rugi pun kita dihargai. Beliau mengatakan, “kerja keras kalian koran daerah sangat
luar biasa. Mana ada waktu teman-teman di Palmerah yang kerja keras seperti kalian?” Palmerah
adalah kawasan di Kecamatan Tanah Abang, Jakarta, letak kantor pusat Kompas Gramedia.
Tahun berganti, zaman pun berubah. Persda berkembang lalu bermetamorfosis menjadi Group of
Regional Newspaper Kompas Gramedia, dan media-media merek Tribun mulai dari Tribun Kaltim, 8 Mei
2003.
Baca: Detik-detik Pemakaman Jakob Oetama Secara Militer, Jusuf Kalla sebagai Inspektur
Semula perusahaan rugi, belakangan menguntungkan. Dan ketika perusahaan sudah untung pun,
Pak Jakob mengatakan, bahwa itu berkah kerja keras manajemen media-media Tribun di daerah.
Apa maknanya itu? Tak lain adalah nilai. Beliau selalu mengingatkan nilai-nilai dalam keseharian. Beliau
tahu, bahwa awal-awal, sampai tengah perjalanan Tribun Network.
Personel yang ditugasi ke daerah, warga kelas tiga 3 dan empat. Artinya kualitas rendah. Termasuk saya dan mendiang Valens Doy (mantan wartawan Kompas dan Direktur Persda), itu ‘warga negara buangan’, kelas 3 dan nomor 4.
Jangankan kualitas 1, kita nomor tiga atau empat. Kita tidak bisa merekrut kelas 2, karena memang tidak
punya dana.
Nah, sekarang, setelah wafat Pak jakob Oetama. Kita punya banyak problem, termasuk masalah
kualitas pemberitaan Tribun.
Falfasah jurnalisme.
Siapa lagi yang akan selalu mengingatkan nilai-nilai itu, falsafah manusia, kemanusiaan berikut segala problematikanya, semangat berpihak pada orang kecil itu? (amb)