Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jakob Oetama dan Manuver Kelola Koran Daerah Hadapi Intervensi Harmoko

Dalam situasi seperti itu, hanya beliau lah, hanya Pak Jakob Oetama lah yang sangat menghargai kami.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Jakob Oetama dan Manuver Kelola Koran Daerah Hadapi Intervensi Harmoko
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Foto dari almarhum Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama berada di dekat jenazah saat disemayamkan di Kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (9/9/2020) malam. Jakob Oetama meninggal dunia di usia 88 tahun setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara akibat gangguan multiorgan, dan rencananya akan dimakamkan di TMP Kalibata pada Kamis (10/9). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Jakob Oetama di Mata Herman Darmo, Mantan Direktur Kelompok Tribun Network (2-selesai)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kompas Gramedia mulai mengelola pers daerah melalui Harian Sirwijaya Post di Palembang, pada 18 Oktober 1987.

Kemudian dan Serambi Indonesia di Aceh 9 Februari 1989 dan mendirikan Harian Surya di Jawa Timur, 11 November 1989.

Baca: Jakob Oetama di Mata Mantan Direktur Kelompok Tribun Network: Sederhana dan Pembela Orang Kecil

Koran daerah ini dikelola karena kebijakan perintah Orde Baru melalui Menteri Penerangan Harmoko
kabinetnya Soerharto, yang diduga punya kepentingan atas kepemilikan modal pada koran-koran
daerah. Pemerintah mewajibkan koran nasional turut membesarkan media lokal.

Jika media nasional tidak mau membantu koran daerah, maka pemerintah mengintervensi bisnis –
mengancam-- dengan membatasi iklan hanya 30 persen daripada konten keseluruhan.

Mau tidak mau, saat itu, ada kewajiban media nasional membantu koran-koran daerah.

Ketika itu, saya masih ingat, Pak Jakob senangnya menumpang kereta api dari Surabaya ke
Yogyakarta.

Berita Rekomendasi

Dalam naik kereta api, saya diminta mendampingi, agar ada teman duduk, menghindari orang yang tidurnya mungkin ngorok—berada di dekatnya.

Pak Jakob saat itu, bukan tidak punya uang untuk naik pesawat. Toh, duduk sebagai Anggota MPR RI utusan golongan.

Saat mengurusi koran daerah itu, pimpinan yang lain tidak mau. Mengapa? Mereka berpikir, ngapain
urusi koran rugi.

Keluarga dan kerabat menaburkan bunga di makam Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama usai upacara pemakaman di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (10/9/2020). Jakob Oetama dimakamkan dengan prosesi kenegaraan di TMP Kalibata yang dipimpin oleh Inspektur Upacara Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla. Tribunnews/Irwan Rismawan
Keluarga dan kerabat menaburkan bunga di makam Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama usai upacara pemakaman di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (10/9/2020). Jakob Oetama dimakamkan dengan prosesi kenegaraan di TMP Kalibata yang dipimpin oleh Inspektur Upacara Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Saat itu, koran-koran daerah memang masih rugi. Lalu mengapa Persda dihadirkan
kalau rugi? Karena kita mendukung Harmoko. Agar iklan tidak dikurangi di harian Kompas.

Harian Surya, misalnya, kata Pak Jakob, walaupun rugi, tidak apa-apa, asalkan bertahan, untuk mendapat kelangsungan hidup Kompas. Petinggi lain tidak melihat itu. Tidak setuju itu. Sehingga hanya
Pak Jakob paling rajin kunjungan ke koran daerah.


Begitulah sejarah lahirnya Persda –cikal bakal Tribun Network—oleh karena ada kewajiban dari media
nasional membantu koran-koran daerah.

Dari segi hitung-hitungan bisnis, karena merugi, dukungan politik petinggi korporat Kompas Gramedia kurang. Namun beliau tetap mengelola koran daerah karena campur Pak Harmoko pada media.

Baca: Lilik Oetama Kenang Jakob Oetama: Permintaan Gesper Bermerek Tidak Pernah Kesampaian

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas