Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Smelter Dinilai Belum Patuhi Harga Patokan Mineral Pemerintah

Harga nikel yang diberlakukan smelter saat ini adalah sistem Cost Insurance and Freight yaitu biaya angkutan dan asuransi dibebankan kepada penjual

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Smelter Dinilai Belum Patuhi Harga Patokan Mineral Pemerintah
Ist for ribunnews.com
Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta kepada pengusaha smelter agar mematuhi Harga Patokan Mineral (HPM) saat membeli nickel ore atau bijih nikel.

APNI memprotes pihak smelter karena belum membeli ore dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum APNI, Insmerda Lebang yang melihat pengusaha smelter membeli nikel kepada penambang di bawah HPM.

Insmerda gerah karena smelter masih mengabaikan regulasi pemerintah.

“Jangan begitulah (jangan membeli di bawah harga HPM, red). Kan sudah ada patokan harganya,” tegas Insmerda, Rabu (9/9/2020).

“APNI hadir untuk menjadi penengah dan membantu para penambang,” tambahnya.

Baca: Bos Freeport Minta Penundaan Setahun Bangun Industri Smelter Tembaga, Alasannya Ini Proyek Rugi

Berita Rekomendasi

Penambang nikel menyayangkan sikap pihak smelter selaku pembeli karena harga nikel tidak sesuai arahan pemerintah, yaitu berdasarkan FoB atau Free on Board atau harga dibeli di atas kapal tongkang sehingga biaya asuransi dan angkutan ditanggung pembeli.

Kenyataannya, harga nikel yang diberlakukan smelter saat ini adalah sistem CIF atau Cost Insurance and Freight yaitu biaya angkutan dan asuransi dibebankan kepada penjual.

Seharusnya sesuai regulasi pemerintah, pembeli/smelter membeli dengan sistem FoB, yaitu menanggung seluruh biaya angkutan dan asuransi yaitu sekitar USD 4 per ton.

Seperti diketahui, Menteri ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 07 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara yang diundangkan pada 14 April 2020.

Baca: Implementasi Harga Gas 6 Dolar AS MMBTU Kepmen ESDM 89/ 2020 Tunjukkan Dampak Positif

Regulasi tersebut menyebutkan, HPM logam merupakan harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi.

HPM logam ini juga menjadi acuan harga penjualan bagi pemegang IUP dan IUPK untuk penjualan bijih nikel.

Namun apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam tersebut, maka penjualan dapat dilakukan di bawah HPM dengan selisih paling tinggi 3% dari HPM tersebut.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas