Anggota DPD Sebut Lelang Jabatan Sekjen Bermasalah, Begini Respons Pakar Hukum Tata Negara
Proses pembentukan Pansel tersebut bermasalah dan mengandung cacat bawaan secara yuridis sejak kelahirannya
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Dengan demikian, kata dia, proses dan mekanisme pengisian dan lain-lain harus dilaksanakan secara hati-hati, cermat dan kredibel. Artinya tidak boleh menyisahkan celah hukum sekecil apapun, karena bisa fatal dan menghambat pelaksanaan tugas dan wewenang DPD ke depan.
Baca: Istri Korban Pembunuhan di Deliserdang Sempat Alami Kesurupan
"Dan untuk menghindari persoalan hukum dan problem legitimasi dikemudian hari, Pembentukan Tim Seleksi harus dimulai lagi dari awal, dengan berpedoman pada mekanisme dan pengisian yang telah diatur sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi harus dikembalikan Tim Seleksi itu pada proses yang benar," jelasnya.
Lebih lanjut, Fahri juga menanggapi Keppres Nomor 39 Tahun 2020 tentang pemberhentian Reydonyzar Noenek sebagai Sekjend DPD RI yang dikeluarkan Presiden Jokowi 6 Mei 2020.
Fahri mengatakan jika masa jabatan Reydonyzar sudah berakhir dan tidak ada Keppres perpanjangan jabatan, maka tugas yang dikerjakan Reydonyzar sejak keluarnya Kepres sejak Mei 2020 merupakan tindakan tidak sah secara hukum.
"Kalau tidak ada perpanjangan Keppres itu bisa tidak sah semua tindakan yang dilakukan Sekjend saat ini Itu cacat yuridis. Harusnya kalau jabatannya sudah habis ya diperpanjang oleh presiden. Kalau (Reydonyzar Noenek) menjalankan tugas dari Mei sampai sekarang itu bisa ilegal karena tanpa ada dasar hukumnya. Itu bisa bermasalah," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, anggota DPD Intsiawati Ayus menilai proses seleksi terbuka (lelang) jabatan Sekretaris Jenderal DPD RI bermasalah, karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia menjelaskan, proses lelang tersebut tidak seusai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana diubah terakhir melalui UU Nomor 13 Tahun 2019 (UU MD3).
"Juga tidak sesuai dengan Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Tata Tertib (Tatib DPD RI)," kata Intsiawati saat dihubungi Tribun, Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Menurutnya, pada Pasal 414 ayat (1) UU MD3, Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, dan Sekretariat Jenderal DPD RI, masing-masing dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang diusulkan oleh pimpinan lembaga masing-masing sebanyak tiga orang kepada Presiden.
Selanjutnya, kata Intsiawati, Pasal 317 Tatib DPD RI mengatur usul pengangkatan Sekretaris Jenderal DPD RI diajukan setelah uji kepatutan dan kelayakan oleh tim seleksi yang dibentuk Pimpinan DPD.
Tim Seleksi tersebut terdiri dari unsur internal dan eksternal, dimana unsur internal terdiri dari anggota DPD RI perwakilan komite, PPUU dan PURT.
”Panitia Seleksi Sekretaris Jenderal yang dibentuk saat ini tidak berkonsultasi kepada Pimpinan DPD RI dan tidak mempunyai unsur anggota DPD sebagaimana ketentuan Tatib DPD," paparnya.
"Jangan sampai hal ini bermasalah karena Sekretaris Jenderal merupakan jabatan strategis yang mengkoordinasikan dukungan administrasi dan keahlian terhadap pelaksanaan wewenang dan tugas DPD RI," sambung Intsiawati.
Diketahui, DPD RI melalui Sekretaris Jenderal DPD RI telah mengadakan seleksi terbuka jabatan Sekretaris Jenderal sebagaimana Pengumuman Nomor KP.01.04/26/DPDRI/VIII/2020 Tanggal 18 Agustus 2020 Tentang Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Sekretariat Jenderal DPD RI Tahun 2020.