Serahkan 38 Alat Bukti, Kuasa Hukum Irjen Napoleon Yakin Patahkan Semua Narasi Bareskrim Polri
Kuasa Hukum Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka yakin semua narasi yang diungkapkan pihak Bareskrim Polsi seluruhnya terpatahkan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan dari tersangka suap penghapusan red notice Interpol atas nama Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte.
Pernyataan itu disampaikan pihak Bareskrim dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2020).
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka yakin semua narasi yang diungkapkan pihak Bareskrim Polsi seluruhnya terpatahkan oleh bukti-bukti yang diajukan pihaknya hari ini.
Baca: Kuasa Hukum soal Irjen Pol Napoleon Terima Suap Rp 7 M: Mana Duitnya Bawa Sini
"Untuk yang masalah dalil menolak dengan tegas, menyampaikan narasi yang sedemikian rupa, itu semua terpatahkan oleh bukti-bukti yang saya ajukan hari ini," kata Gunawan ditemui usai persidangan.
Pihak Napoleon menyerahkan 38 alat bukti kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bukti-bukti itu juga disebut lengkap dan sudah dinyatakan sah sebagai alat bukti.
Kumpulan alat bukti itu diharapkan jadi pertimbangan hakim dalam membuat keputusan yang diajukan pihaknya.
Baca: BREAKING NEWS: Irjen Pol Napoleon Minta Ongkos Rp7 M untuk Hapus Red Notice Djoko Tjandra
"38 alat bukti. Semua alat bukti kita sampaikan, lengkap dan sudah kita leges sah sebagai alat bukti untuk pertimbangan hakim membuat keputusan," ucap Gunawan.
"Untuk selanjutnya akan kami tanggapi dalam kesimpulan setelah selesai pemeriksaan perkara," kata dia.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang praperadilan yang diajukan Irjen Napoleon dengan agenda mendengar jawaban Termohon, dalam hal ini Bareskrim Polri.
Dalam persidangan, tim hukum Bareskrim Polri mengungkap fakta perbuatan Irjen Pol Napoleon Bonaparte bahwa ia meminta kesepakatan ulang atas iming-iming penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, dari semula disepakati Rp 3 miliar menjadi Rp 7 miliar dalam bentuk dollar amerika dan dollar singapura yang diberikan secara bertahap.
Baca: BREAKING NEWS:Bareskrim Polri Tolak Semua Dalil Praperadilan Irjen Pol Napoleon Bonaparte
Kesepakatan ulang itu terjadi pada 13 April 2020 antara Napoleon dengan Tommy Sumardi yang juga merupakan tersangka gratifikasi dalam perkara penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Fakta perbuatan Pemohon itu didasarkan pada bukti yang sebelumnya telah disesuaikan antara saksi dengan saksi, saksi dengan bukti surat, dan bukti surat dengan bukti surat lainnya yang saling mendukung dan bersesuaian.
"Fakta perbuatan Pemohon adalah setelah adanya pertemuan kesepakatan tentang nilai sejumlah yang awalnya Rp3 miliar yang akhirnya nilai tersebut disepakati sebesar Rp7 miliar," ujar tim hukum Bareskrim Polri.
Napoleon dianggap telah bertindak tidak objektif dan tidak profesional dalam menjalankan tugasnya, yang dibuktikan dengan pada rentang bulan April-Mei 2020 Pemohon memerintahkan AKBP Thomas Arya untuk membuat beberapa produk surat berkaitan dengan red notice dan ditandatangani Sekretaris NBC Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.
Perbuatan penerbitan surat-surat itu menyebabkan terhapusnya nama Djoko Tjandra alias Joe Chan dalam sistem ECS di Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.
"Faktanya saksi atas nama Tommy Sumardi sebagai pihak pemberi dan saksi atas nama Brigjen Pol Prasetijo Utomo serta bukti CCTV, jelas-jelas melihat uang tersebut diserahkan kepada Pemohon. Penyerahan uang tersebut berimplikasi pada pengambilan keputusan yang lebih lebih menguntungkan pemberi suap," kata tim hukum Bareskrim Polri.
Usai memberikan jawaban, Bareskrim Polri menegaskan menolak seluruh dalil praperadilan Pemohon, dan meminta Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan Termohon untuk seluruhnya.