Tanggapan Ketua PA 212 Terkait Larangan Polisi Bikin Nobar Film G30S/PKI
Ketua PA 212 Ustadz Slamet Maarif mendesak Polri agar mendorong televisi pemerintah dan swasta memutar kembali film G30S/PKI.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri memastikan akan melarang kegiatan nonton bersama Gerakan 30 September (G30S/PKI) di tengah pandemi Covid-19.
Menanggapi hal itu, Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Ustadz Slamet Maarif mendesak Polri agar mendorong televisi pemerintah dan swasta memutar kembali film G30S/PKI.
"Harusnya Polri ikut mendesak TV pemerintah ataupun swasta untuk putar kembali film G30S/PKI," ujar Slamet Maarif, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (28/9/2020).
Slamet Maarif menegaskan sikap pihaknya agar tak terjadi kerumunan massa dalam menonton G30S/PKI yakni dengan menayangkannya melalui televisi.
"Makanya kita sudah minta agar semua TV tayangkan film G30S/PKI agar masyarakat nonton dari rumah masing-masing, sehingga tidak ada kerumunan massa," jelas Slamet Maarif.
Sebelumnya diberitakan, Kepolisian RI memastikan akan melarang kegiatan nonton bersama Gerakan 30 September (G30S/PKI) di tengah pandemi Covid-19.
Hal tersebut lantaran untuk menghindari penularan virus Corona di tempat keramaian.
"Yang jelas Polri tidak akan mengeluarkan izin keramaian, ingat keselamatan jiwa masyarakat itu yang paling utama, dan ini masih dalam masa pandemi Covid-19," kata Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono di Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/9/2020).
Lebih lanjut, dia meminta masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan nonton G30S/PKI di rumah masing-masing.
"Sekali lagi Polri tidak akan mengeluarkan izin untuk keramaian. Kalau mau nonton ya silahkan nonton masing-masing," pungkasnya.
Sebelumnya Mantan Panglima TNI yang juga Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot Nurmantyo menduga tentang bangkitnya komunisme di Indonesia.
Gatot menyebut, bangkitnya Partai Komunis Indonesia gaya baru, terendus semenjak tahun 2008.
Saat itu, Gatot mendapatkan berbagai informasi tentang adanya gerakan tersebut.