Suntikan Rp 22 T untuk Jiwasraya, Antara Kekehnya Pemerintah-DPR, Pihak Penentang dan Kata Pengamat
Satu skema yang sedang dimatangkan adalah pengembalian 100 persen dana para pemegang polis yang dihitung dari nilai tunai dengan cara mencicil
Penulis: Eko Sutriyanto
Menurutnya, program penyelamatan polis ini adalah satu-satunya pilihan yang harus diambil pemerintah, ketimbang pemerintah harus melikuidasi Jiwasraya yang diyakini akan menambah kerugian para pemegang polis.
"Pemerintah tidak ada pilihan lain kecuali restrukturisasi. Restru adalah pilihan realistis karena biaya likuidasi akan jauh lebih tinggi," kata Anthony dalam keterangannya, Jumat (2/10/2020).
Mengacu hasil rapat Kementerian BUMN bersama Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI, Kamis (1/10/2020), diputuskan terdapat dua alternatif solusi dalam menyelesaian masalah yang terjadi di Jiwasraya.
Baca: Setelah Sebut Kementerian BUMN Dibubarkan Saja, Ahok Bertemu Erick Thohir: Kritik Saya Diterima
Pertama, melikuidasi Jiwasraya dengan sisa aset berkisar 20 perssn dari total liabilitas yang ada saat ini.
Kedua, melakukan penyelamatan polis (restrukturisasi) terhadap seluruh polis nasabah dan memindahkannya ke IFG Life.
Terkait dua alternaltif solusi ini, kata Anthony, akan lebih baik jika setelah direstrukturisasi pemerintah segera menjual aset-aset Jiwasraya yang tersisa.
Baca: Kesal Kerap Ditantang, Pria di Muara Enim Bacok Tetangga Satu Desanya Hingga Tewas
Hal ini dimaksudkan untuk membuat beban operasional BUMN bisa turun atau lebih efisien.
"Sebaiknya, setelah restrukturisasi segera dijual. BUMN harus diperkecil. Hanya yang kritikal saja dipertahankan," ujar Anthony.
Sedangkan terkait masalah hukum, Anthony berharap jajaran penegak hukum bisa menyita seluruh aset terdakwa untuk bisa digunakan demi menambah uang pengembalian ke nasabah.
"Yang penting, yang melanggar hukum harus diproses dan mengembalikan uangnya kepada negara," cetus Anthony.
Pemerintah Bebankan Moral Hazard pada Pembayar Pajak
Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo suntikan dana senilai total Rp22 triliun dianggap baik bagi nasabah, tapi di sisi lain akan timbul penolakan pula dari masyarakat pada umumnya.
"Keputusan itu baik bagi nasabah, namun akan timbul penolakan dari pengamat dan publik umumnya," ujar Irvan, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (3/10/2020).
Penolakan akan muncul, kata Irvan, karena kebijakan itu seolah menunjukkan pemerintah membebankan ketidakhati-hatian manajemen perusahaan kepada pembayar pajak.
"Karena ini mengindikasikan bahwa pemerintah membebankan moral hazard dan ketidakhati-hatian manajemen perusahaan kepada pembayar pajak, dalam hal ini APBN," jelasnya.
Irvan menjelaskan keputusan dari pemerintah itu menjadi satu-satunya opsi paling realistis dan dapat diwujudkan dengan segera.
Dibandingkan, lanjutnya, dengan opsi-opsi lain yang sudah lama dibahas seperti opsi aset recovery dari proses hukum atau B to B dengan mengundang investor.
"(Ini opsi paling realistis) Asalkan kepada nasabah individu polis saving plan yang sudah 2 tahun menunggu segera dibayar dan tidak dilakukan restrukturisasi atau reschedule," kata Irvan.
"Restrukturisasi dan atau hair cut hanya mungkin dilakukan kepada nasabah kolektif atau korporasi yang umumnya BUMN, karena dapat ditempuh melalui intervensi BUMN," tandasnya.
Wujud Tanggungjawab Pemerintah
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyebutkan, meski restrukturisasi berpotensi memperkecil besaran manfaat investasi nasabah, namun langkah ini dinilai jauh lebih baik ketimbang perseroan perlu dilikuidasi.
"Ini bukan yang sempurna, tapi yang terbaik. Jauh lebih baik dibanding likuidasi," katanya.
Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Penyertaan Modal Negara (PMN) perlu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap para nasabah polis Jiwasraya.
Dengan kondisi ekuitas Jiwasraya yang saat ini berada di level negatif Rp 37,4 triliun, penyuntikan modal sebesar Rp 22 triliun dinilai sebagai suatu langkah yang paling tepat untuk dilakukan.
"Kita harus bertanggung jawab terhadap nasabah. Ini menyangkut 2,6 juta nasabah. Itu 90 persen lebih nasabah adalah pensiunan. Itu guru sebagian besar. Apakah negara tidak bertanggung jawab terhadap itu?" tuturnya dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).
Arya juga menjawab keraguan beberapa pihak terkait pelaksanaan PMN Jiwasraya.
"Kalau ada pihak yang menolak karena fraud. Pemerintah sudah melakukan sampai ke hukum," tuturnya.
Bahkan, dengan tuntutan seumur hidup yang diberikan kepada mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo, menunjukkan, pemerintah secara serius dan kooperatif melakukan penanganan kasus mega korupsi itu.
"Kita harus bertanggung jawab makanya bail in harus dilakukan. Tapi di sisi lain yang fraud diproses hukum. Kecuali tadi enggak ada proses hukum baru dipertanyakan," ucapnya.
Direktur Utama BPUI Robertus Bilitea mengatakan, Penyertaan Modal Negara (PMN) akan dilakukan secara bertahap, yakni sebesar Rp 12 triliun pada tahun anggaran 2021 dan Rp 10 triliun pada 2022.
"Dalam melaksanakan program penyelamatan polis, yang mayoritas adalah pensiunan, pemerintah selaku pemegang saham akan memberikan penanaman modal kepada BPUI," katanya, dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).
Robertus menjelaskan, dana tersebut akan digunakan untuk melakukan pembentukan perusahaan bernama Indonesia Financial Group Life (IFG Life), yang dirancang untuk menyelamatkan Jiwaraya.
IFG Life disiapkan untuk menerima polis nasabah yang telah direstrukturisasi manfaat investasi dan nilai sebelumnya.
"Perusahaan ini akan menerima pengalihan polis dari Jiwasraya yang terestrukturisasi," kata Robertus. (Kompas.com/Rully R. Ramli, Tribunnews.com/Vincentius Jyestha Candraditya)