Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Sejalan, Ini Momen Fraksi Demokrat yang Walk Out saat Pembahasan RUU Cipta Kerja

Ditemui usai walk out, Benny mengatakan apa yang dilakukan fraksi Partai Demokrat merupakan pertanggungjawaban politik terhadap rakyat.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
zoom-in Tak Sejalan, Ini Momen Fraksi Demokrat yang Walk Out saat Pembahasan RUU Cipta Kerja
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan persaratannya tetap mengikuti aturan dalam UU tentang Ketenagakerjaan. Untuk peningkatan perlindungan kepada pekerja, pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Dengan tidak mengurangi manfaat JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JKM (Jaminan Kematian), JHT (Jaminan Hari Tua), dan JP (Jaminan Pensiun) yang tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha," ujar Supratman.

RUU Cipta Kerja, kata Supratman, merupakan RUU yang disusun dengan menggunakan metode omnibus law. Terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal, yang berdampak terhadap 1203 Pasal dari 79 UU terkait dan terbagi dalam 7197 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).




"Pembahasan DIM dilakukan oleh panitia kerja secara detail, intensif, dan tetap mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat yang dimulai dari tanggal 20 April sampao 3 Oktober 2020," ujar Supratman.

Selain itu, ada sejumlah poin yang telah disetujui selama pembahasan RUU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya terkait pesangon, upah minimum, dan jaminan kehilangan pekerjaan.

Terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pemerintah dan DPR juga sepakat untuk tetap dijalankan dengan syarat atau kriteria tertentu. UMK juga tetap ada menyesuaikan inflasi dan tidak dikelompokan secara sektoral.

Berbagai serikat pekerja yang merupakan afiliasi global unions federations meminta RUU Cipta Kerja tidak disahkan menjadi undang-undang. Serikat pekerja tersebut di antaranya, FSPM dan FSBMM afiliasi dari The International Union of Food, Agricultural, Hotel, Restaurant, Catering, Tobacco and Allied Workers’ Associations (IUF), SERBUK Indonesia afiliasi dari Building and Wood Worker’s International (BWI), PPIP dan beberapa serikat lain yang merupakan afiliasi dari Public Service International (PSI).

BERITA TERKAIT

Kemudian, FSP2KI yang merupakan afiliasi IndustriALL Global Union (IndustriAll) dan FBTPI afiliasi dari International Transport Workers’ Federation (ITF). Ketua Umum SERBUK Indonesia Subono mengatakan, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh RUU Cipta Kerja bukanlah pekerjaan nyata, tetapi pekerjaan berupah murah dan bersifat sementara.

“Kita tidak dapat pulih secara ekonomi dengan dasar upah murah dan pekerjaan yang tidak terjamin. Hanya pembelanjaan domestik dengan dasar pekerjaan tetap, dan upah layak yang dapat membantu Indonesia pulih dari pandemik,” kata Subono.

Sementara itu, Ketua Umum PPIP PS Kuncoro menyampaikan, jika UU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang, maka berpotensi melanggar tafsir konstitusi, terutama dalam subklaster ketenagalistrikan. Menurutnya, putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015, tidak digunakan sebagai rujukan pada RUU Cipta Kerja dan mengakibatkan adanya pelanggaran UUD 1945 NRI Pasal 33 ayat (2).

"Tenaga listrik yang merupakan cabang produksi yang penting bagi negara, dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi dikuasai negara, yang ujungnya berpotensi akan mengakibatkan kenaikan tarif listrik ke masyarakat," paparnya.

Oleh karena itu, serikat pekerja tersebut yang mengaku mewakili lebih dari 110 juta anggota di dunia, akan melakukan perlawanan bersama-sama untuk menolak RUU Cipta Kerja dengan menyuarakan lima hal.

1. Menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja pada tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI, apalagi mengesahkannya menjadi undang-undang.

2. Memastikan bahwa UU No 13/2003 tidak boleh diubah atau dikurangi. Kalaupun ada penguatan hanya sebatas pada fungsi pengawasan pelatihan, pendidikan dan sebagainya sehingga akan sesuai dengan kondisi sekarang.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas