Siti Nurbaya: Tidak Benar Ada Kemunduran Amdal Terkait UU Cipta Kerja
Hak setiap orang untuk melakukan gugatan Keputusan TUN diatur dalam Pasal 53 UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menegaskan, tidak benar bahwa UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR, ada kemunduran terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau AMDAL dalam melindungi lingkungan.
Siti Nurbaya menegaskan bahwa UU ini juga mengatur bahwa untuk AMDAL yang harus dikenakan kepada UMKM maka pemerintah akan memberikan fasilitasi seperti teknis dan pembiayaan dan lain-lain bunyi UU nya di Pasal 32 seperti itu. Secara tehnis nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Dijelaskan Menteri LHK, prinsip dan konsep dasar pengaturan AMDAL dalam UU Cipta Kerja tidak berubah dari konsep pengaturan dalam ketentuan sebelumnya; perubahan lebih diarahkan untuk penyempurnaan kebijakan dan aturan pelaksanaan sesuai dengan tujuan yang memberikan kemudahan kepada pelaku usaha dalam memperoleh persetujuan lingkungan dengan tetap memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
“UU Cipta Kerja mengintegrasikan kembali Izin Lingkungan ke dalam Perizinan Berusaha dalam rangka untuk meringkas system perizinan dan memperkuat penegakan hukum, tanpa mengurangi tujuan dan fungsinya,“ tegas Menteri Siti Nurbaya dalam keterangan bersama menteri-menteri terkait, Rabu (7/10/2020).
Baca: Perbankan Soal UU Cipta Kerja: Makin Banyak Bisnis, Makin Banyak Juga yang Dibiayai
Menteri Siti Nurbaya menjelaskan soal AMDAL dalam konteks UU Cipta Kerja yang baru ini, pertama memperpendek birokrasi perizinan.
Dengan kembali diintegrasikannya Izin Lingkungan ke dalam Perizinan Berusaha, maka yang semula pada UU 32 Tahun 2009 terdapat 4 tahapan yaitu: proses dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL UPL), persetujuan lingkungan, Izin Lingkungan dan IzinUsaha; menjadi hanya 3 tahap yaitu: proses dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL UPL), persetujuan lingkungan, dan Perizinan Berusaha.
Kedua, untuk memperkuat penegakan hukum. Dalam konstruksi Izin Lingkungan terpisah dari Perizinan Berusaha, apabila ada pelangaran, kemudian dikenakan sanksi administrative berupa pembekuan atau pencabutan izin, maka yang dikenakan adalah Izin Lingkungan. Selama Izin Usaha tidak dicabut, maka kegiatan dapat tetap berjalan.
Dengan diintegrasikan kembali ke dalam Perizinan Berusaha, kata Menteri LHK, maka apabila ada pelanggaran, maka yang akan terkena konsekuensi adalah Izin utamanya yaitu Perizinan Berusaha.
Kondisi ini menyebabkan pelaku usaha tidak perlu mengurus banyak perizinan yang kita tahu bahwa sangat kompleks dan menyulitkan untuk masyarakat untuk berusaha bahkan dalam usaha yang sederhana. Hal ini merupakan salah satu semangat yang didorong dalam omnibus law untuk menyederhanakan regulasi perizinan menjadi lebih sederhana.
Gugatan Tetap Dibenarkan
Masih terkait AMDAL ini dan pandangan masyarakat yang masih belum paham, Menteri Siti Nurbaya menjelaskan terdapat pandangan bahwa kekhawatiran bahwa masyarakat tidak dapat melakukan gugatan terkait lingkungan.
Hal ini tidak benar sebab gugatan dapat dilakukan terhadap Perizinan Berusaha-nya (sebagai Keputusan Tata Usaha Negara/TUN), dimana Persetujuan Lingkungan menjadi dasar penerbitan Perizinan Berusaha.
Dijelaskan Siti Nurbaya, hak setiap orang untuk melakukan gugatan Keputusan TUN diatur dalam Pasal 53 UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam UU Cipta Kerja, Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila: