KPK Rampungkan Penyidikan Kasus Korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Ali mengatakan, penahanan selanjutnya menjadi kewenangan Jaksa KPK selama 20 hari, terhitung 9 Oktober 2020 sampai 28 Oktober 2020.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait kegiatan pemasaran dan penjualan di PT Dirgantara Indonesia (Persero) tahun anggaran 2007-2017.
Dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso dan eks Asisten Direktur Utama PT DI bidang Bisnis Pemerintah, Irzal Rizaldi Zailani bakalan segera diadili.
"Hari ini penyidik KPK melaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) untuk tersangka/terdakwa BS dan IRZ," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Ali mengatakan, penahanan selanjutnya menjadi kewenangan Jaksa KPK selama 20 hari, terhitung 9 Oktober 2020 sampai 28 Oktober 2020.
Budi Santoso di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Sementara, Irzal Rizaldi Zailani di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Baca: KPK Periksa Mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia Sebagai Tersangka
Ali menambahkan, dalam waktu 14 hari, dakwaan dua tersangka akan segera disusun dan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Persidangan nantinya dilaksanakan di sana.
"Selama proses penyidikan telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 107 saksi," ungkap Ali.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan bekas Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama PT DI bidang Bisnis Pemerintah Irzal Rizaldi Zailani sebagai tersangka.
KPK menduga Budi dan Irzal bersama sejumlah pihak telah merugikan keuangan negara sekitar Rp205, 3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekira Rp300 miliar terkait kasus tersebut.
Nilai kerugian negara itu berasal dari jumlah pembayaran yang dikeluarkan PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen penjualan dan pemasaran dari tahun 2008 hingga 2018.
Padahal, keenam perusahaan tidak pernah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian.
Kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia (Persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Dalam rapat tersebut juga dibahas biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung.
Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia (Persero), pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Budi Santoso selanjutnya memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan.
Irzal lantas menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen.
Setelah itu, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Namun, atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.
Pembayaran nilai kontrak tersebut baru mulai dibayarkan PT Dirgantara Indonesia kepada perusahaan mitra/agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekira Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS.
Terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekira Rp96 miliar setelah keenam perusahaan tersebut menerima pembayaran.
Kemudian uang itu diterima oleh sejumlah pejabat di PT Dirgantara Indonesia, termasuk Budi, Irzal Rinaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT PAL Indonesia.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Budi Santoso dan Irzal Rinaldi dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.