Brigjen Prasetijo Ditegur Hakim Karena Pakai Seragam Polri saat Sidang
Hakim menegur Prasetijo karena mengenakan pakaian dinas kepolisian saat sidang pembacaan dakwaan kasus pembuatan
Editor: Hendra Gunawan
*Joker Dibuatkan Surat Jalan dan Dikawal Polisi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, ditegur oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Sirad.
Hakim menegur Prasetijo karena mengenakan pakaian dinas kepolisian saat sidang pembacaan dakwaan kasus pembuatan surat jalan palsu Djoko Tjandra.
Sidang dakwaan terhadap Prasetijo itu digelar secara virtual, Selasa (13/10) kemarin.
Prasetio yang menjadi terdakwa tidak dihadirkan secara langsung di ruang persidangan.
Ia diketahui tetap berada di ruang Tahanan Mabes Polri.
Di tengah persidangan, hakim tiba-tiba menegur Prasetijo yang terlihat mengenakan
berseragam dinas Polri.
Baca juga: Djoko Tjandra Bakal Ajukan Nota Keberatan Atas Dakwaan Surat Jalan Palsu
Teguran itu disampaikan ketika hakim menanyakan tanggapan
Prasetijo terhadap dakwaan jaksa.
”Majelis hakim punya pengalaman tidak pernah seperti ini. Jadi saudara terdakwa hari ini diberi toleransi. Diharapkan di persidangan berikutnya saudara dalam pakaian yang tidak dengan jabatan," kata hakim Sirad menegur Prasetijo.
Sirad menegaskan, semua warga Indonesia sama kedudukannya di mata hukum. Oleh
sebab itu, ia meminta Prasetijo tidak lagi mengenakan pakaian dinas kepolisian pada
sidang berikutnya.
Baca juga: KPK Koordinasi dengan Polri-Kejagung Dalami Istilah Bapakku-Bapakmu Terkait Kasus Djoko Tjandra
”Semua warga negara Indonesia sama kedudukannya dalam hukum,
sehingga di depan persidangan diharapkan untuk berpakaian seperti apa yang lainnya," ujarnya.
Prasetijo tidak memberi jawaban usai mendapat teguran hakim. Ia hanya mengangguk
seperti mengiyakan teguran hakim. Sementara pengacara Prasetijo, Petrus Balapattiona menuturkan kliennya mengenakan seragam dinas karena memiliki dua alasan utama.
Alasan pertama, kata Petrus, Prasetijo saat ini masih polisi aktif dengan jabatan Brigadir Jenderal. Alasan kedua, perbuatan yang dituduhkan kepada Prasetijo masih dalam lingkup kedinasannya.
”Jadi tidak mungkin dia melepaskan jabatan atau status dia sebagai polisi," ungkap Petrus saat ditemui seusai persidangan.
Baca juga: Boyamin Saiman Disuap Usai Lapor ’Bapak Ku Bapak Mu’ Terkait Kasus Djoko Tjandra
Namun lantaran hakim telah meminta untuk tidak mengenakan seragam polisi pada
sidang berikutnya, pihaknya akan meminta Prasetijo mematuhi perintah hakim itu.
"Karena hakim mengingatkan, sebagai warga negara harus punya kedudukan sama, ya
akan kami diskusikan dan kami sarankan dia mematuhi," ujar dia.
Tuntutan Jaksa
Dalam persidangan kemarin Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Prasetijo turut
membantu membuat surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra masuk dan keluar ke
Indonesia.
Surat-surat yang dikeluarkan Prasetio untuk memuluskan langkah Djoko
Tjandra itu di antaranya surat jalan dan surat keterangan pemeriksaan Covid-19.
Djoko Tjandara adalah terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali. Ia diketahuimenjadi buron sejak 2009 karena melarikan diri sebelum dieksekusi ke tahanan.
Jaksa mengatakan, Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri mengeluarkan sejumlah surat palsu agar Djoko
Tjandra dapat keluar masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
JPU lantas membeberkan peran Prasetijo yang dimulai pada 29 April 2020. Saat itu, ia
bertemu Anita Kolopaking di kantornya di lantai 12 Bareskrim Polri.
Baca juga: Sederet Informasi Boyamin Saiman Tukang Bongkar Kasus Djoko Tjanda, Bolak Balik Serahkan Bukti
Anita adalah pengacara Djoko Tjandra yang diminta mengurus kedatangan buronan Kejaksaan Agung itu ke Indonesia.
Anita sendiri dikenalkan kepada Prasetijo melalui perantara Tommy Sumardi. Dalam
pertemuan tersebut, Anita mempresentasikan mengenai status hukum Djoko Tjandra.
Anita menjelaskan bahwa Djoko Tjandra merupakan terpidana buron yang hendak
dieksekusi 2 tahun atas putusan PK kasus cessie Bank Bali 2009.
Selain itu, Djoko Tjandra juga masuk dalam red notice interpol serta DPO dalam sistem pencegahan Direktorat Jenderal Imigrasi. Namun demikian, Prasetijo tetap setuju untuk membantu Djoko Tjandra.
Pada 24 Mei, Djoko Tjandra menghubungi Anita dan mengatakan akan ke Jakarta untuk mengurus gugatan PK. Ia akan datang langsung karena pada gugatan sebelumnya, PK tak diterima PN Jaksel sebab pemohon harus datang langsung di persidangan.
Saat itu, Djoko Tjandra belum merinci kapan tanggal pasti ia akan datang.
Tetapi, Anita langsung berkoordinasi dengan Prasetijo untuk menyiapkan 'pengamanan' Djoko Tjandra di
Indonesia.
Anita menanyakan, apakah Prasetijo punya anak buah di Pontianak untuk
menemani Djoko Tjandra mengurus persyaratan penerbangan.
Selain itu, Anita menanyakan informasi rumah sakit yang bisa mengeluarkan surat bebas Covid-19 dan surat sehat agar bisa terbang menggunakan jalur resmi di Indonesia.
Atas pertanyaan-pernyataan itu, Prasetijo menyanggupi menyediakan surat bebas
Covid-19 tersebut. Prasetijo mengatakan 'udah... dari ini aja surat covidnya sekalian
surat jalan bapak'.
"Yang dimaksud 'bapak', saksi Joko Soegiarto Tjandra," kata jaksa saat membacakan dakwaan.
Menindaklanjuti permintaan Anita, pada 3 Juni di kantornya, Prasetijo memerintahkan
Kaur TU Korwas PPNS Bareskrim Polri, Dodi Jaya, membuat surat jalan ke Pontianak
dengan keperluan bisnis tambang.
Namun, di dalam surat jalan tersebut, ia memerintahkan Dodi mengganti keperluan surat jalan menjadi monitoring pandemi di Pontianak.
Setelah dibaca, Prasetijo meminta Dodi agar mengganti pihak yang menandatangani
surat jalan dari semula Kabareskrim menjadi Kakorwas PPNS Bareskrim yang saat itu
dijabatnya. Begitu juga memerintahkan mencoret kop surat yang bertuliskan Mabes
Polri.
"Setelah Dodi Jaya selesai membuat surat jalan tersebut lalu diserahkan kepada
Brigjen Prasetijo Utomo. Kemudian Brigjen Prasetijo Utomo membacanya dan
memerintahkan Dodi Jaya untuk merevisi surat jalan tersebut dengan mencoret kop
surat bertuliskan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Badan Reserse
Kriminal menjadi Badan Reserse Kriminal Polri Biro Korwas PPNS," kata jaksa.
"Untuk pejabat yang menandatangani sebelumnya tertulis Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dicoret dan diganti menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan
PPNS, termasuk nama Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti menjadi nama Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
Pada bagian tembusan dicoret atau tidak perlu dicantumkan tembusan," lanjutnya.
Setelah surat tersebut dibuat, Prasetijo kemudian memerintahkan membuat surat yang sama namun atas nama berbeda, yakni untuk Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking.
Selain itu, dibuat pula Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 serta Surat
Rekomendasi Kesehatan atas nama Prasetijo Utomo, Jhony Andrijanto, Anita
Kolopaking, dan Joko Soegiarto. Surat ditandatangani oleh dr. Hambek Tanuhita.
Pada 4 Juni, surat tersebut diberikan kepada Anita. Lalu, surat itu difoto oleh Anita dan
diberikan via WhatsApp kepada Djoko Tjandra untuk keperluan terbang menggunakan
pesawat carter pada 6 Juni 2020.
Namun, persyaratan tersebut masih kurang surat kesehatan, yang menyebutkan kondisi kesehatan penumpang seperti tinggi badan, berat badan, tekanan darah, dan
sebagainya.
Sehingga pada 5 Juni, Anita kembali bertemu Prasetijo untuk meminta
surat tersebut.
Prasetijo lantas meminta anah buahnya, Etty Wachyuni untuk membuat surat kesehatan tersebut dengan mencantumkan jabatan kepada Anita dan Djoko Tjandra sebagai konsultan Biro Korwas.
Surat itu ditandatangani oleh dr. Hambek Tanuhita. Surat itu diberikan kepada Anita, lalu oleh Anita diberikan sebagai kelengkapan dokumen penerbangan.
Pada 6 Juni, Anita Kolopaking dan Prasetijo serta Kompol Jhony Andrijanto bertemu di
Bandara Halim Perdanakusuma.
Mereka berangkat menuju Bandara Supadio Pontianak menggunakan pesawat King Air 350i untuk menjemput Djoko Tjandra.
Sesampainya di Bandara Supadio, rombongan bertemu Djoko Tjandra di pintu
keberangkatan. Rombongan bersama Djoko Tjandra langsung kembali terbang ke
Jakarta.
Setiba di Jakarta, Djoko Tjandra menuju rumahnya di Jalan Simprug Golf I
Kavling 89, Jakarta Selatan.
Pada 8 Juni, Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking mengurus pembuatan e-KTP di Kantor
Kelurahan Grogol Selatan. Begitu beres, mereka menuju PN Jakarta Selatan. e-KTP
diperlukan untuk syarat pendaftaran PK.
Setelah pengurusan itu, Djoko Tjandra kembali terbang dari Bandara Halim ke Bandara Supadio untuk kembali ke Malaysia.
Ia kembali diantar Anita Kolopaking, Prasetijo, dan Jhony. Mereka menggunakan surat dan dokumen jalan yang sama seperti penerbangan ke Jakarta.
Selang beberapa hari, Djoko Tjandra menghubungi Anita akan ke Jakarta untuk
mengurus paspor.
Anita kemudian menghubungi Prasetijo untuk menyiapkan dokumen
persyaratan perjalanan.
Dokumen kemudian disiapkan, yakni Surat Jalan, Surat Rekomendasi Kesehatan, dan Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri.
Djoko Tjandra menanyakan pada Anita Kolopaking perihal polisi yang akan
membantunya mengurus administrasi di Bandara Supadio. Sebab, ia akan ke Jakarta
menggunakan pesawat komersial. Anita Kolopaking kemudian berkoordinasi dengan
Prasetijo.
Brigjen Prasetijo menjawab lewat Jhony dengan mengirimkan identitas dan
kontak polisi bernama Jumardi yang akan membantu Djoko Tjandra,
Pada 20 Juni, Djoko Tjandra berangkat ke Jakarta menggunakan Lion Air.
Saat proses check in, dia dibantu Jumardi yang mengantar hingga boarding. Lalu pada 22 Juni 2020 Djoko Tjandra mengurus paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara. Ia langsung kembali ke Malaysia melalui Pontianak.
Dari paparan dalam dakwaan itu, jaksa menyebut dokumen-dokumen yang digunakan
Djoko Tjandra tidak benar isinya. Surat Jalan di Bareskrim seharusnya ditandatangani
Kabareskrim. Sementara yang digunakan Djoko Tjandra diteken Brigjen Prasetijo.
Selain itu, dalam Surat Jalan itu tertulis Joko Soegiarto Tjandra dan Anita Dewi A.
Kolopaking sebagai konsultan.
Demikian pula Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 dan Surat Rekomendasi Kesehatan. Baik Djoko Tjandra dan Anita tak pernah diperiksa kesehatannya.
"Bahwa penggunaan Surat Jalan, Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-
19 dan Surat Rekomendasi Kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara imateril, karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri dan
Pusdokkes Polri pada khususnya," kata jaksa, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,
Selasa (13/10).
"Hal ini akan menimbulkan kesan negatif pada Polri yang seharusnya
justru membantu Kejaksaan Agung menangkap Joko Soegiarto Tjandra," sambung
jaksa.
Atas perbuatannya, Prasetijo, Anita, dan Djoko didakwa Pasal 263 ayat (1) KUHP jo
Pasal 55 ayat 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo
Pasal 64 ayat (1) KUHP.(tribun network/dng/dod)