MUI Ungkap Alasan Usulkan Masa Jabatan Presiden Mendatang 7 Hingga 8 Tahun
Usulan mengenai masa jabatan presiden itu dilatarbelakangi oleh banyaknya gesekan di masyarakat dan ketidakadilan bagi pasangan calon.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wacana perubahan masa jabatan presiden terus mengemuka. Perubahan itu dinilai relevan dilakukan dan bisa berdampak pada fokus presiden untuk menjalankan tugas hingga akhir masa jabatannya.
Saat ini Undang-undang Dasar (UUD) 1945 mengatur masa jabatan presiden-wakil presiden adalah selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Namun, sejumlah kalangan mengusulkan agar masa jabatan presiden-wakil presiden itu diubah hanya satu periode, namun dengan durasi yang lebih lama.
Salah satu pihak yang mengajukan usulan itu adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua Fatwa MUI, Hasanuddin AF, mengatakan, pihaknya saat ini tengah mengkaji usulan fatwa tentang masa jabatan presiden selama 7-8 tahun untuk satu periode dan tak bisa dipilih lagi pada periode selanjutnya.
Usulan fatwa tersebut akan dibawa dan dibahas bersama dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) MUI.
"Usulan adalah begini, jabatan presiden itu masa baktinya taruhlah 7 sampai 8 tahun, jadi ditambah. Tapi sekali saja udah gitu," kata Hasanuddin, Senin (19/10/2020).
Baca juga: MUI Usul Masa Jabatan Presiden 7-8 Tahun, Pengamat: Urus Masalah Agama Saja
Hasanuddin menjelaskan, usulan mengenai masa jabatan presiden itu dilatarbelakangi oleh banyaknya gesekan di masyarakat dan ketidakadilan bagi pasangan calon yang berlaga dalam pemilihan umum presiden (pilpres).
Pasalnya, kata Hasanuddin, potensi penyalahgunaan wewenang oleh calon presiden petahana sangat besar terjadi bila memutuskan maju kembali pada periode selanjutnya.
"Kadang-kadang potensi menggunakan kekuasaan, keuangan dan sebagainya. Itu mudaratnya ya," ujarnya.
Hasanuddin mengklaim masa jabatan presiden hanya satu periode dengan masa bakti selama 7 atau 8 tahun lebih sedikit mudaratnya lantaran tak ada kontestan petahana yang kembali maju dalam pemilihan selanjutnya.
"Jadi calon yang baru nanti sama-sama setara. Baru. Tidak bertarung lawan petahana. Itu mudaratnya enggak begitu banyak saya kira," katanya.
Hasanuddin menjelakan, usulan-usulan fatwa tersebut kini sedang dipilih dan dikaji oleh tim dari MUI.
Usulan fatwa yang menjadi prioritas akan dibawa ke Munas MUI untuk dibahas lebih lanjut.
Sebelumnya usulan mengenai masa jabatan presiden jabatan presiden diubah menjadi delapan tahun dan tak bisa dipilih lagi pada periode selanjutnya pernah dilontarkan ahli hukum tata negara, Refly Harun.
Menurut dia, perubahan masa jabatan presiden akan berdampak pada kinerja sehingga perlu dipertimbangkan.
"Jadi misal ada penambahan jadi tujuh tahun itu berlaku next, presiden berikutnya (setelah Presiden Jokowi). Agar kemudian perbincangan masa jabatan presiden ini tidak bias untuk presiden yang menjabat sekarang," kata Refly dalam sebuah diskusi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masa jabatan presiden selama lima tahun kurang efektif. Sebab, enam bulan pertama presiden tersebut harus melakukan penyesuaian, seperti konsolidasi internal bersama partai politik pengusungnya dan membuat nomenklatur kementerian.
Alasan selanjutnya, Refly melihat bahwa di lima tahun pertama Presiden Jokowi hanya fokus bekerja selama 2,5 tahun.
Sementara dua tahun terakhir, mantan wali kota Solo itu mulai meninggalkan urusan publik dan fokus untuk kampanye.
Baca juga: Usulan MUI Soal Masa Jabatan Presiden 7-8 Tahun Harus Amandemen UUD 1945
Munas MUI sendiri rencananya akan digelar pada 25 hingga 28 November 2020 di Jakarta.
Selain masa jabatan presiden, ada sejumlah fatwa yang akan dibas pada tiga bidang, yaitu masalah sosial budaya, ibadah, dan ekonomi syariah.
Ketua Tim Materi Fatwa Munas MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, ada sejumlah fatwa yang bakal dibahas yakni tentang perencanaan haji belia dan dana talangan haji, pengawasan pengelolaan zakat dan zakat perusahaan, dan wakaf.
Kemudian fatwa tentang pemilihan umum, periode masa bakti presiden hingga pilkada dan politik dinasti.
"Tiga bidang itu juga mencakup rencana fatwa termasuk periode masa bakti presiden, pilkada dan politik dinasti, serta paham komunisme," kata Niam, Senin (19/10/2020).
Sekretaris Komisi Fatwa MUI itu menyatakan, dalam pembahasan fatwa tersebut juga akan membicarakan berbagai hal terkait dengan penanganan Covid-19, seperti tentang vaksin, penanggulangannya, rambu-rambu adaptasi kehidupan baru, pemanfaatan bagian tubuh manusia untuk menjadi bahan pengobatan, dan hal terkait lainnya.
Komisi Fatwa MUI, kata Niam, terus menggelar rapat internal dengan mengundang para ahli untuk membahas rencana fatwa yang sudah difinalisasi sampai akhir Oktober.
Dengan begitu, dua pekan sebelum munas berlangsung, peserta munas sudah menerima materi draf fatwa dan mempelajari untuk dibahas pada saat Munas.
Ketum MUI
Selain membahas sejumlah fatwa, Munas MUI juga mengagendakan pemilihan ketua umum baru pengganti Wakil Presiden Ma'ruf Amin untuk periode 2020-2025.
Ma'ruf selaku ketua umum nonaktif MUI juga akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban.
Menurutnya, laporan yang pihaknya sampaikan bisa menjadi panduan kinerja untuk pengurus periode berikutnya.
"Kita dalam Munas itu harus bisa menyampaikan hasil-hasil yang kita lakukan selama ini, sebagai persembahan yang nantinya supaya bisa dilanjutkan atau diestafetkan," kata Ma'ruf.
Ma'ruf berharap para anggota MUI menjaga soliditas dalam menjalankan roda organisasi, terlebih keanggotaan terdiri dari banyak ormas Islam.
MUI sendiri merupakan organisasi wadah ulama, pemimpin dan cendekiawan Muslim.
Baca juga: Respons Ketua MPR Sikapi Usul MUI Soal Masa Jabatan Presiden 7-8 Tahun
Sejak awal berdiri, kata Ma'ruf, keputusan-keputusan MUI selalu disepakati bersama, termasuk fatwa-fatwanya.
Pengurus MUI berasal dari berbagai latar belakang yang memutuskan berbagai persoalan dengan musyawarah bersama.
Kesepakatan-kesepakatan itu merupakan keistimewaan MUI yang harus terus dijaga.
"Terus terang di Komisi Fatwa MUI, sejak saya jadi ketua komisi fatwa selalu keputusan yang lahir adalah muttafaqun alaih. Artinya tidak ada pihak-pihak yang kemudian menyatakan ketidaksepakatannya, dan ini harus dijaga," ujarnya.
Ma'ruf mengatakan MUI sejak awal sudah memiliki landasan-landasan sehingga harus konsisten.
Salah satu yang kerap nampak dari peran MUI adalah fatwa keagamaan yang menjadi panduan beragama bagi umat Islam di Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi di Dewan Pimpinan MUI, Masduki Baidlowi menyebut sejumlah nama yang menjadi kandidat untuk mengisi posisi ketua umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Ma'ruf.
Nama-nama tersebut di antaranya, Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Ketua PP Muhammadiyah Syafiq Mughni, Wakil Ketua Umum MUI Muhyiddin Junaidi hingga Sekjen MUI Anwar Abbas.(tribun network/fah/den/rin/dod)