Teliti Omnibus Law UU Cipta Kerja: Benarkah Cuti Dihapus dan Jam Kerja Bisa Lebih Lama?
Pasal 77 ayat (2) disebutkan jam kerja maksimal dalam sepekan adalah 40 jam. Namun, lembur harus mendapat persetujuan antara pengusaha dengan pekerja.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) menghapus ketentuan lima hari kerja dalam sepekan.
Sebelumnya diatur dalam Pasal 79 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 77 ayat (2) disebutkan jam kerja maksimal dalam sepekan adalah 40 jam. Namun, lembur harus mendapat persetujuan antara pengusaha dengan pekerja.
Hal ini tertuang dalam Pasal 78:
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Berbeda dari Pasal 78 ayat 1 butir b UU Ketenagakerjaan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
Tapi, Omnibus Law mengubah lembur menjadi paling lama 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Komunikasi yang Baik Terkait Vaksin Covid-19, Jangan Kejadian Seperti UU Cipta Kerja
Cuti
Pasal 79 ayat 1 UU Cipta Kerja, pengusaha tetap wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada buruh.
Cuti paling sedikit diberikan selama 12 hari usai pekerja bekerja 12 bulan secara terus menerus.
Sedangkan ketentuan haid dan melahirkan tetap mengacu pada Pasal 81 dan 82 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 79:
(1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.